First mover dilihat dari perspektif manajemen stratejik adalah perusahaan atau pelaku usaha yang berinisiatif melakukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah dilakukan pihak lain.
Seorang first mover belum tentu orang yang punya modal kuat secara finansial, tapi pasti mereka orang-orang yang kreatif, inovatif, dan berani melakukan hal yang tak terpikirkan oleh orang lain.
Bisa jadi yang dilakukannya mengundang komentar yang negatif, seperti dicemooh pihak lain. Namun, semua itu tidak akan mengurangi semangat para first mover.
Memang, hal yang mereka lakukan seperti berbau spekulasi. Jika gagal, mereka semakin dicemooh. Tapi, sebetulnya seorang first mover sudah melakukan kajian sebelum memulai.
Nah, ketika akhirnya mereka mulai menunjukkan keberhasilan, barulah orang lain akan mengakuinya sebagai pelopor, pionir, yang bahkan akan menulari orang lain.
Sebagai contoh, sekarang siapa yang tidak kenal Gojek? Gojek adalah perusahaan pertama yang menghubungkan antara pengemudi ojek dengan penumpang yang membutuhkan.
Coba bayangkan sebelum adanya aplikasi gojek atau yang sejenis. Calon penumpang yang berada di titik-titik yang jarang dilalui kendaraan umum, sangat susah mendapatkan ojek motor atau taksi.
Bermula dari hal yang terlihat seolah "sederhana" itu, perusahaan pengelola Gojek sekarang berkembang pesat jadi perusahaan raksasa dan merambah ke mana-mana.
Setelah berhasil, barulah publik berdecak kagum, dan dengan gampangnya mendeskripsi kesuksesan tersebut karena "lebih dikenal pasar, atau lebih duluan unggul".
Padahal, publik mungkin tidak tahu, berapa besar sebuah perusahaan first mover menghabiskan biaya riset. Belum lagi berkali-kali mengalami trial and error.
Karena belum ada referensi dari perusahaan lain atau dari hasil penelitian para ahli, awalnya tentu untuk mewujudkan suatu ide "gila" seperti meraba-raba.
Ironisnya, perusahaan yang lebih duluan hadir dan bermula dari tidak punya pesaing, belum tentu menjamin kesuksesan dalam jangka panjang.Â
Sudah menjadi kodrat dalam berusaha, begitu ada contoh sukses, muncullah usaha sejenis yang menerapkan pola ATM (amati, tiru, dan modifikasi).
Artinya, seberapa pun rahasianya formula produksi perusahaan first mover, pada akhirnya bisa diamati, ditiru, dan sedikit dimodifikasi oleh perusahaan pendatang baru.
Untuk melanggengkan keunggulannya, tak bisa lain, perusahaan pionir tak boleh bangga dan berpuas diri. Selalu melakukan pengembangan, agar pesaingnya tak mampu mengejar.
Aqua, produk air minum dalam kemasan (AMDK) terkemuka di Indonesia adalah contoh first mover yang sejak berdiri pada tahun 1973, hingga sekarang masih mendominasi pasar.
Padahal, pesaing Aqua demikian banyak, termasuk munculnya AMDK skala kecil di berbagai kota kabupaten yang tersebar di banyak daerah.
Dulu, tak ada orang yang membayangkan air putih bisa dibisniskan. Ketika itu, orang yang makan di restoran selalu mendapat air putih secara gratis.
Tapi, kehadiran Aqua yang didirikan Tirto Utomo tersebut telah membawa perubahan dalam bisnis makanan dan minuman.
Adapun untuk perusahaan pengelola aplikasi Gojek, seperti telah dibahas di atas, sekarang juga sudah muncul sejumlah aplikasi sejenis.Â
Namun, yang jadi penantang utama Gojek, sejauh ini adalah Grab. Gojek dan Grab didukung oleh modal yang besar, sehingga keduanya tetap yang terdepan.
Berikutnya, kita lihat pula perusahaan first mover yang akhirnya kalah bersaing. Contoh paling aktual adalah Sepatu Bata.Â
Sepatu Bata boleh dikatakan sebagai pendahulu dalam industri alas kaki (sepatu dan sandal) di Indonesia, karena sudah berdiri sejak tahun 1931.
Memang, sebelum muncul pabrik sepatu Bata, tentu di zaman penjajahan Belanda itu sudah ada juga produsen sepatu. Tapi, rata-rata masih skala kecil, bukan industri seperti Bata.
Hingga dekade 1980-an, Bata masih sangat populer dan menjadi pilihan banyak orang. Tapi, setelah itu Bata mulai kewalahan melawan para pesaingnya.
Satu persatu gerai penjualan sepatu Bata ditutup, dan berita terbaru Bata menutup pabriknya di Purwakarta, Jawa Barat, pada 30 April 2024.
Mari kita lihat contoh yang lain, yakni penguasa produk mi instan di negara kita. Perlu dicatat, Indomie bukan first mover, tapi akhirnya jadi penguasa pasar.
Adapun produk mi instan pertama di Indonesia adalah Supermi yang dijual sejak 1968. Supermi hingga sekarang masih ada, namun sudah diakuisisi oleh Indofood yang memproduksi Indomie.
Dari beberapa contoh di atas, jelaslah bahwa menjadi first mover itu berpeluang menuai cuan yang besar. Namun, peluang tersebut bisa diambil pesaing, bila tidak kreatif mengembangkan produk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H