Ketika Timnas Senior Indonesia bertanding melawan Turkmenistan di Gelora Bung Tomo Surabaya, Jumat malam (8/9/2023), saya nyaris tidak bisa menonton siaran langsung dari layar kaca.
Ketika itu kebetulan saya lagi berada di rumah saudara saya di Pekanbaru, Riau. Ada tiga televisi di rumahnya, namun ketiga-tiganya "bersemut".
Saya menyebutnya bersemut karena tidak mampu menangkap siaran dari stasiun televisi manapun, termasuk siaran dari stasiun televisi lokal.
Rupanya, di Riau beberapa hari sebelumnya telah dilakukan penutupan siaran televisi secara analog. Hal ini dalam rangka migrasi analog ke digital.
Saya bertanya kepada saudara saya, kenapa ia tak membeli set top box (STB) agar televisi di rumahnya bisa menangkap siaran digital.
Bahkan, tidak sekadar bisa menangkap siaran. Mutu siarannya pun lebih baik, dalam arti gambarnya lebih tajam dan jernih.
Harga STB di pasaran sekitar Rp 150.000 hingga Rp 200.000. Harga tersebut relatif terjangkau, apalagi bagi saudara saya yang menurut saya penghasilannya tergolong memadai.
Saudara saya sebetulnya sudah tahu tentang perlunya STB agar bisa tetap menikmati siaran televisi.
Keberatan saudara saya tentang STB, seperti saya duga, sama sekali bukan soal harganya, hanya karena malas membeli saja.
Kenapa ia malas? Karena ia dan anak-anaknya yang semuanya sudah dewasa (anak terkecil sudah kelas 3 SMA) tidak lagi membutuhkan siaran televisi.