Nah, autopilot dalam bisnis kira-kira diartikan sebagai bisnis yang dirancang dapat berjalan secara otomatis atau mandiri, sehingga pelaku usaha bisa fokus pada pengembangan bisnis.
Namun, dalam konteks membeli hak waralaba, si pelaku usaha yang sekadar duduk manis dengan mengawasi ala kadarnya sambil menunggu laporan keuangan, tidaklah cukup.
Pelaku usaha yang membeli hak waralaba tetap memerlukan kecermatan dalam berbagai aspek, meskipun tidak memulai usaha dari nol.Â
Jika salah perhitungan, cuan yang diharapkan tidak akan datang, malah akan menuai kerugian.Â
Bukankah sudah banyak gerai waralaba yang tutup di suatu kota, meskipun gerai yang sama di kota lain malah berkembang.
Penyebab kegagalan usaha waralaba itu berkemungkinan karena lokasi usaha yang kurang tepat, walaupun sebelumnya sudah disurvei.
Sebelum dibuka, bisa jadi studi kelayakan yang dibuat tidak valid, asumsi yang dipakai disusun dengan versi yang sangat optimis.
Kenyataannya, setelah usaha mulai beroperasi, ketahuan bahwa asumsi yang dipakai terlalu berlebihan (overstated).
Bisa pula karena si pelaku usaha tidak mau belajar, tidak mau turun langsung menyediakan waktu untuk mengontrol dan mengevaluasi bisnis.
Karena sistemnya sudah standar, lalu si pelaku usaha ongkang-ongkang kaki saja atau sibuk dengan pekerjaan lain, adalah tindakan yang keliru.
Kalau memang tak punya waktu atau tak punya kemauan untuk belajar, tak usah membuka usaha dengan membeli hak waralaba.