Serapan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang rendah, sudah menjadi masalah sejak beberapa tahun terakhir ini yang terjadi di banyak daerah.
Biasanya, mendekati akhir tahun, baru terjadi semacam percepatan penggunaan anggaran. Tapi, dikebut seperti apapun juga, jika waktu sudah mepet, tetap saja tak bisa merealisasi mendekati 100 persen.
Bisa jadi banyak masalah yang bersifat teknis yang menjadi penghambat, seperti masalah perencanaan yang kurang matang, koordinasi yang lemah, dan sebagainya.
Padahal, jika APBD dapat tersalurkan sesuai rencana, akan menciptakan multiplier effect yang dahsyat bagi masyarakat banyak.
Misalnya, jika suatu instansi dalam pengadaan barang membeli dari sejumlah pelaku usaha lokal, jelas akan menghidupkan perekonomian setempat.
Demikian pula untuk proyek pembangunan fisik, jika berjalan sesuai rencana, akan memberikan lapangan pekerjaan bagi buruh yang digunakan perusahaan pemenang tender.Â
Maka, tak bisa lain, pemerintah di masing-masing daerah perlu mencari langkah terobosan, agar serapan APBD tidak lagi berlarut-larut hingga tahun-tahun berikutnya.
Namun demikian, langkah terobosan dimaksud selain untuk mengatasi masalah teknis yang telah disinggung di atas, juga perlu untuk menangani masalah non teknis.
Yang dimaksud non teknis di sini adalah sinyalemen keengganan atau kekhawatiran berlebihan dari pejabat yang berwenang mengeluarkan anggaran.
Alasannya, mereka takut tersenggol kasus korupsi dan merasa dimata-matai atau dicari-cari kesalahannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).