Ngomong-ngomong soal bergosip, atau disebut juga dengan bergunjing atau ghibah, bisa dikatakan sudah hal biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Memang, membicarakan aib atau menceritakan hal-hal negatif tentang orang lain, makin digosok makin sip, makanya disebut bergosip.
Padahal, sumber ceritanya dari mana, tidak begitu jelas. Bisa jadi telah ditambah dengan berbagai bumbu oleh mereka yang mendengar sebelumnya.
Menurut ajaran agama, ghibah itu jelas-jelas dilarang dan berdosa. Masalahnya, hal ini sering dilakukan tanpa disadari oleh mereka yang terlibat. Selain itu, ada juga yang hobi bergosip.Â
Sebagai pembenaran, ada pula yang menceritakan kejelekan orang lain itu dengan dalih sebagai pelajaran bagi orang lain. Artinya, menurut mereka tujuannya positif.
Tapi, fenomena yang terjadi di era maraknya media sosial sekarang ini, bukan lagi soal gosip. Justru ada yang dengan gagah berani membuka kisah pribadinya sendiri.
Awalnya sekadar memposting foto dan tulisan, semacam deklarasi bahwa ia sudah jadian dengan seseorang. Maksudnya pasangan itu terikat dalam hubungan asmara (pacaran).
Perjalanan cinta mereka pun menjadi konsumsi orang banyak melalui aplikasi media sosial yang digunakannya.
Celakanya, pacaran itu tak selamanya indah, ada bumbu perselingkuhan dan pengkhianatan. Hal yang bersifat aib itu pun, juga dibuka secara terang-terangan oleh pelaku atau oleh korban.
Awalnya, hanya sebagian artis yang berani membeberkan kisah pribadi secara sengaja di akun media sosialnya.
Namun, barangkali karena meniru sebagian artis tersebut, mereka yang orang biasa ikut-ikutan mengumbar sesuatu yang harusnya disimpan rapat-rapat.
Banyak orang yang tak canggung lagi menuliskan kisahnya yang lagi putus cinta, kisah perselingkuhannya beserta alasan kenapa melakukan itu, dan sebagainya.
Kenapa mereka melakukan hal tersebut? Mungkin saja setelah mengungkap semuanya di media sosial, ada perasaan lega, karena semua uneg-uneg sudah ditumpahkan.
Tapi, ada baiknya diketahui apa dampak yang mesti disadari oleh mereka yang keceplosan berkisah di media sosial, seperti dipaparkan pada plus minus di bawah ini.
Apa saja plus-nya? Pertama, ada harapan dapat atensi dari teman media sosial sebagai pengganti atensi yang hilang dari pasangan.
Kedua, sebagai sindiran atau ledekan pada mantan pasangan. Jika menyampaikan langsung pada mantan pasangan mungkin kurang nyaman.
Ketiga, syukur-syukur bisa viral dan dapat cuan yang lumayan. Godaan viral ini sungguh menggiurkan, sehingga apapun dilakukan asal viral.
Keempat, sesuatu yang berbau idealis, yakni ingin menginspirasi banyak orang. Kalau yang memposting memposisikan diri sebagai korban, tentu maksudnya agar tidak jatuh korban lainnya.
Kemudian, apa saja faktor minus-nya? Pertama, sangat jelas, yakni mereka yang memposting kehidupan pribadinya akan kehilangan privacy.
Kedua, sangat berpotensi mendapat tanggapan negatif dari warganet, sehingga bisa mendatangkan ketidaknyamanan.
Ketiga, kepuasan sesaat setelah memposting bisa jadi bumerang, karena nanti akan merasa menyesal ketika membaca ulang postingan itu.
Memperhatikan plus minus di atas, jika ingin curhat, lebih baik kepada orang tertentu saja yang terpercaya dan menjadi  support system.
Ingat, jejak digital yang sudah terlanjur beredar luas, akan sulit dihilangkan, meskipun oleh si pemilik akun, postingannya itu sudah dihapus.
Ketika si pelaku sudah tidak muda lagi, bahkan sudah punya anak cucu, akan muncul rasa sesal yang amat sangat atas kisah pribadi masa lalunya yang diumbar tersebut.
Tak ada jalan lain, pikir-pikirlah dengan matang sebelum memposting sesuatu di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H