Hanya saja, produk jasa keuangan di atas relatif tidak begitu berhasil memikat hati calon nasabahnya.
Soalnya, karena ada unsur investasinya, sebagian investasi dilakukan ke sektor yang berisiko tinggi oleh pihak pengelola produk.
Maka, ada produk tabungan pendidikan yang saat nasabah mengambil kembali dananya di tahun ajaran baru, hasilnya tidak semanis yang digambarkan saat nasabah membuka rekening.
Akhirnya, mereka yang sudah menyiapkan dana untuk ditabungkan, banyak yang memilih produk bank yang konvensional seperti deposito.
Namun demikian, banyak pula mereka yang sengaja masih memilih cara tradisional, yakni dengan memanfaatkan toko emas.
Di saat seseorang punya kelebihan uang, ia akan membeli sekian gram emas setara dengan dana yang dipunyainya.
Kalau ada lagi tambahan rezeki, ia kembali membeli emas, yang dinilainya sebagai tabungan untuk persiapan anak-anaknya nanti saat masuk sekolah atau kuliah.
Katakanlah beberapa tahun kemudian, orang yang membeli emas di atas sampai di saat anaknya masuk kuliah.
Lalu, ia akan pergi ke toko emas dengan membawa kuitansi pembelian saat dulu dibeli. Kuitansi ini sebagai bukti bahwa emasnya asli dan bukan emas curian.
Tentu, harga jual dari konsumen ke toko emas sedikit lebih rendah dibandingkan dengan harga saat konsumen membeli. Itulah yang menjadi keuntungan bagi toko emas.
Tapi, bila emas disimpan setelah sekian lama, katakanlah di atas 5 tahun, konsumen menerima uang penjualan emas yang jauh lebih banyak ketimbang harga belinya dulu.