Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sampah Itu Soal Berat, Apalagi "Sampah Masyarakat"

25 Juni 2023   11:19 Diperbarui: 25 Juni 2023   11:19 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tumpukan sampah|dok. Ecoton, dimuat Kompas.com

Membakar sampah sering dianggap sebagai jalan pintas yang praktis dalam menangani persoalan sampah di rumah-rumah. Padahal, sosialisasi penanganan sampah sudah cukup gencar.

Pada materi sosialisasi, antara lain mencakup agar warga melakukan pemisahan sampah sesuai jenisnya. Ada yang disebut sampah organik, anorganik, dan sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Artinya, masing-masing keluarga diharapkan punya beberapa tong sampah. Pemisahan tersebut juga berlaku saat meletakkan sampah di bak sampah untuk diangkut petugas kebersihan.

Tapi, kenyataannya yang kita lihat, sangat banyak warga yang menumpuk apapun jenis sampah di bak sampah di depan rumah mereka.

Bahkan, diduga cara inipun juga dilakukan oleh para petugas kebersihan di suatu kota yang pada tahap berikutnya dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Di TPA tersebut sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya, yakni dengan memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Jelaslah, soal sampah itu soal berat. Cara mengukur kesuksesan seorang wali kota, sebetulnya tak perlu muluk-muluk dulu. 

Bila sebuah kota berhasil mengelola sampah dengan benar, termasuk berhasil menanamkan kesadaran semua warga di kota tersebut, itu sudah pencapaian yang luar biasa.

Baik, kembali ke soal membakar sampah di rumah tangga, sebaiknya memang tidak usah dilakukan. Bukankah asap sampah tersebut bisa menganggu tetangga?

Tidak hanya tetangga, bahkan keluarga si pembakar sendiri terancam menghirup zat beracun yang terkumpul dalam asap.

Zat beracun tersebut berdampak negatif yang bisa menimbulkan gangguan pernapasan, iritasi, masalah kulit, dan bahkan bisa memicu kanker.

Tapi, jika memang tak terhindarkan lagi untuk membakar sampah, lakukanlah secara beretika, dalam arti menenggang perasaan tetangga.

Maka, jangan membakar sampah di pagi hari, karena saat itu banyak orang yang beraktivitas di halaman rumah atau di jalan di depan rumah. 

Pada pagi hari, biasanya ibu-ibu menjemur pakaian, anak-anak berangkat ke sekolah atau bermain di depan rumahnya.

Membakar sampah di siang hari juga tidak baik. Meskipun kondisi tetangga lagi sepi, di siang hari suhu udara sedang meningkat.

Kobaran api dari pembakaran sampah, tentu akan membuat suhu udara menjadi lebih panas lagi.

Waktu yang baik untuk membakar sampah adalah pada sore hari menjelang masuknya waktu salat magrib, karena biasanya aktivitas di luar rumah mulai berkurang.

Lagipula, banyak warga yang punya kebiasaan menutup jendela dan pintu rumahnya setiap menjelang magrib.

Nah, sekarang tulisan ini bermaksud membahas sampah dengan konotasi yang lain. Bahwa sampah masyarakat dan "sampah masyarakat" punya arti yang berbeda.

Yang telah dibahas sebelumnya adalah sampah masyarakat dalam arti sampah yang berada dalam lingkungan masyarakat.

Sedangkan sampah masyarakat dalam tanda petik, sering disematkan pada orang-orang yang tidak berguna, bahkan berkontribusi negatif bagi masyarakat.

Siapa saja yang termasuk sampah masyarakat? Dulu hal ini tertuju bagi para pengemis, gelandangan, preman yang melakukan aksi pencurian, dan para pekerja seks komersial (PSK).

Sekarang, para penjahat berdasi juga dimasukkan dalam kelompok sampah masyarakat, seperti para koruptor atau petugas yang mengutip pungutan liar. 

Jelas, sampah masyarakat tak bisa dibakar. Tapi, mereka masih bisa disadarkan agar kembali ke jalan yang benar, dan selanjutnya bisa diberdayakan.

Namun demikian, khusus bagi sampah masyarakat yang melakukan korupsi, hukuman berat harus ditimpakan pada mereka agar menimbulkan efek jera bagi yang lain.

Dalam konteks menyongsong pemilu serentak pada tahun depan, yang juga mencakup pemilihan kepala daerah (pilkada), masyarakat jangan terbuai dengan janji kampanye.

Kita berharap semua kepala daerah sukses menangani persoalan sampah di kota masing-masing. 

Kita juga berharap, agar jangan ada lagi kepala daerah yang terperosok menjadi sampah masyarakat karena tergoda melakukan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun