Masalahnya, dengan perluasan daratan tersebut, perbatasan Singapura apakah akan ikut bergeser, sehingga makin memperkecil wilayah laut Indonesia?
Menurut berita di sejumlah media, garis batas Singapura-Indonesia sudah disepakati sebelum reklamasi besar-besaran itu.
Logikanya, Singapura harus mematuhi garis batas yang telah disepakati itu, bukan dihitung lagi dari garis pantai terbaru setelah reklamasi.
Tapi, sekadar berandai-andai saja, apa yang akan terjadi bila daratan Singapura menyatu dengan daratan Batam? Secara logika, hal ini sangat sulit terjadi.
Lagipula, sebetulnya, masih ada Pulau Nipah yang tidak berpenghuni yang berada di titik paling depan Indonesia, sekaligus paling dekat dengan Singapura.
Jarak Pulau Nipah ke Singapura adalah 27 kilometer. Pulau Nipah ini secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam.
Pulau Nipah sendiri pernah nyaris tenggelam akibat eksploitasi penambangan pasir secara besar-besaran (Republika.co.id, 1/6/2023).
Namun, meskipun tanpa penghuni, pemerintah kemudian melakukan reklamasi besar-besaran di Pulau Nipah.
Jadi, misalnya Singapura lama-lama menyatu dengan Batam, artinya harus "melangkahi mayat Pulau Nipah" terlebih dahulu.
Yang jelas, penyatuan daratan Batam dan Singapura tentu akan berdampak dengan penambahan signifikan arus keluar masuk manusia di perbatasan kedua negara.
Dalam hal ini, diduga WNI yang ke Singapura akan jauh lebih banyak ketimbang  WN Singapura yang datang ke Batam.