Memang, bagi orang tua yang mampu, ajang pernikahan anaknya merupakan arena untuk unjuk gigi, soal gengsi seolah menjadi pertaruhan.Â
Budget untuk sewa gedung, dekorasi pelaminan, katering, hiburan, dokumentasi, cenderamata, dan berbagai hal lainnya, jelas relatif besar.
Pasangan yang menikah, yang sebetulnya menjadi "bintang", hanya sekadar objek saja yang diatur-atur oleh orang tua.
Sedangkan bagi orang tua yang kurang mampu, mereka bahkan berani berutang demi terselenggaranya resepsi yang layak.
Jadi, jika anaknya menabung bareng pacarnya, sebetulnya malah meringankan beban orang tua. Ini hal yang positif.
Bahkan, tak sedikit pasangan yang punya planning lebih jauh, yakni siap dana untuk biaya saat punya anak, membeli rumah kecil dengan cicilan dari gaji, punya kendaraan, dan sebagainya.
Hanya saja, nabung bareng pacar jangan melulu bicara sisi positifnya. Perlu disadari risiko di balik itu, jika hubungan putus sebelum menikah.
Sebaiknya, hanya pasangan yang sudah sangat yakin bahwa mereka betul-betul jodoh yang sesuai, yang memutuskan untuk menabung bareng.
Jika terjadi hal yang sangat diluar dugaan, tentu harus dihadapi. Makanya, sebaiknya tetap ada catatan, masing-masing punya kontribusi berapa dalam tabungan bersama itu.
Dipandang dari sisi kelaziman selama ini, kontribusi dana terbesar sebaiknya dari yang laki-laki. Meskipun ini tidak bersifat mutlak.
Apalagi, di zaman sekarang ini, karier perempuan yang lebih melejit dari laki-laki, bukanlah hal yang langka.