Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Agar Jakarta Tak Macet, Jalan Berbayar atau Ubah Jam Kerja?

23 Mei 2023   05:04 Diperbarui: 25 Mei 2023   11:55 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa Jakarta terkenal sebagai kota yang tingkat kemacetan lalu lintasnya sangat tinggi, tentu sudah sama-sama kita ketahui. Bahkan, Jakarta tercatat sebagai salah satu yang termacet di dunia.

Sudah banyak kebijakan yang ditempuh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak dulu. Tapi, sejauh ini belum berhasil menurunkan tingkat kemacetan secara signifikan.

Beberapa kebijakan tersebut, baik yang masih berlaku maupun yang sudah tidak berlaku lagi, antara lain sebagai berikut:

Pertama, kebijakan "3 in 1", yakni untuk memasuki ruas jalan tertentu pada jam puncak kepadatan, satu mobil minimal berisi 3 orang.

Kebijakan di masa Gubernur Sutiyoso itu bertujuan membatasi kendaraan yang melalui jalan protokol. 

Jadi, mereka yang tinggal dalam satu komplek perumahan dan satu arah tujuan kerja, bisa saling membuat kelompok dengan cara bergantian membawa mobil.

Tujuan mulia tersebut tidak tercapai, justru memunculkan dampak negatif dengan banyaknya joki 3 in 1. Joki ini dibayar untuk naik mobil pas melewati ruas jalan tertentu.

Kedua, sewaktu Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur pada tahun 2016, keijakan 3 in 1 yang sudah berjalan selama 13 tahun, diganti dengan kebijakan ganjil genap.

Maksudnya, kendaraan berplat nomor belakangnya ganjil hanya bisa lewat di ruas jalan tertentu pada tanggal ganjil, demikian pula tanggal genap untuk plat nomor genap.

Kebijakan ini masih diberlakukan hingga sekarang, mungkin karena Pemprov DKI masih menimbang-nimbang kebijakan lain yang dinilai lebih efektif.

Banyak juga orang yang menyiasati kebijakan ganjil genap dengan membeli mobil lagi. Plat nomornya diatur, yang satu ganjil dan yang satu lagi genap.

Ketiga, mempercepat jadwal anak-anak masuk sekolah menjadi jam 06.30 WIB yang diberlakukan pada tahun 2009 di era Gubernur Fauzi Bowo.

Tapi kebijakan ini pun tetap saja membuat jalanan macet, karena kebanyakan anak sekolah diantar oleh orang tuanya yang sekalian berangkat kerja. 

Keempat, Pemprov DKI Jakarta juga telah memperbaiki mutu pelayanan angkutan umum, agar pengendara kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum.

Harus diakui, angkutan umum di Jakarta semakin bagus, seperti Bus Transjakarta yang punya lajur khusus busway, MRT yang terkesan mewah, dan KRL yang semakin baik pelayanannya.

Namun demikian, pelayanan angkutan umum belum siginifikan mengubah perilaku masyarakat. Yang selama ini menggunakan mobil pribadi, tetap saja seperti itu.

Ada ide yang diyakini akan efektif, yakni memberlakukan jalan berbayar yang disebut dengan electronic road pricing (ERP).

Sayangnya, ide ini meskipun persiapannya tetap dilakukan Pemprov DKI Jakarta, belum jelas kapan akan diberlakukan.

Nah, sekarang muncul lagi ide dari Pemprov DKI Jakarta untuk mengatur ulang jam kerja karyawan, agar semuanya tidak serentak saat berangkat dan pulang kerja.

Di setiap gedung pada jalan-jalan utama, akan diatur dengan membagi 2 kelompok pekerja, atau akan ada 2 sesi jam masuk kerja.

Pekerja kelompok 1 akan masuk pada sesi pukul 08.00 WIB dan yang kelompok 2 masuk jam 10.00 WIB.

Secara matematis, tingkat kemacetan akan berkurang karena para pekerja yang berkantor di jalan-jalan utama tidak serentak masuk kerja.

Tapi, perlu diketahui, sejak beberapa tahun terakhir sebetulnya pekerja di perusahaan swasta sudah banyak yang masuknya mulai jam 10.00 WIB.

Perusahaan swasta memang punya kebijakan sendiri dalam menyiasati kemacetan, termasuk menerapkan kebijakan flexible time.

Maksudnya, karyawan bebas datang kapan saja sepanjang tidak lebih dari jam 10.00, asal bekerja minimal 8 jam sehari. Datang terlambat berarti pulang juga terlambat.

Kita tunggu saja, kebijakan apa yang nantinya betul-betul dilaksanakan, jalan berbayar atau membagi dua sesi jam kerja karyawan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun