Tanpa bermaksud mempertentangkan, kita tentu paham apa beda kerja keras dengan kerja cerdas.
Nah, kerja keras yang lebih menggunakan kekuatan fisik sering ditujukan bagi pekerja yang dikelompokkan sebagai buruh.
Sedangkan kerja cerdas yang lebih menggunakan kekuatan "otak" (analisis, konseptual, dan strategis), sering ditujukan bagi pekerja profesional.
Jelaslah, kesejahteraan pekerja profesional bisa jadi dua atau tiga tingkat di atas kesejahteraan buruh yang terpatok pada upah minimum provinsi.
Sistem pendidikan di sekolah atau kampus saat ini, sudah mengarah menyiapkan lulusan yang siap pakai, yang memang punya kompetensi yang dibutuhkan di pasar tenaga kerja.
Meskipun demikian, dalam sistem pendidikan yang bagus pun, tetap ada saja sebagian pelajar yang kurang mampu menyerap berbagai ilmu pengetahuan.
Mereka yang tertinggal itu nantinya terpaksa ikut kelompok "kerja keras".
Tapi, perlu pula diingat, dalam sistem pendidikan yang kurang kondusif pun, ada saja pelajar yang mampu berpikir kreatif dan nantinya masuk kelompok "kerja cerdas".
Bahkan, ada orang-orang yang drop out sekolah, kemudian mampu belajar secara otodidak, dan meraih kesuksesan sebagai entrepreneur.
Jelaslah, jika buruh ingin meningkatkan kesejahteraan, selain menuntut kepada perusahaan tempatnya bekerja, perlu pula kesadaran para buruh untuk meningkatkan kapasitasnya.
Syukur-sukur bila perusahaan tempat si buruh bekerja menyediakan program pengembangan pekerja.