Ramadan tahun ini akan segera berlalu. Kegiatan acara buka puasa bersama (bukber) pun juga mulai berkurang. Banyak orang mulai fokus pada persiapan lebaran.
Bahkan, jika disimak tayangan berita di televisi, mereka yang memilih mudik pada tahun ini sangat banyak. Diperkirakan, secara nasional ada 123 juta orang pemudik.
Tentu, bagi warga ibu kota Jakarta yang sehari-hari harus menghadapi lalu lintas yang padat dan macet, ada kenikmatan tersendiri sewaktu ibu kota menjadi sepi.
Berbicara tentang bukber di Jakarta ketika masih macet (karena belum saatnya mudik), memang banyak suka dukanya.
Sukanya adalah suasananya yang meriah, heboh, meskipun juga banyak yang asyik berfoto-foto untuk diunggah di akun media sosialnya.
Apalagi, pilihan tempat bukber di Jakarta demikian banyaknya, baik yang menyediakan menu nusantara ataupun menu asal luar negeri.
Kebanyakan, orang kantoran yang bukber lebih memilih tempat di berbagai food court yang ada di mal-mal papan atas.
Bukber tersebut sekaligus sebagai salah satu cara menunggu waktu pulang ke rumah yang lebih nyaman, dalam arti ketika kemacetan mulai berkurang.
Begitulah irama hidup orang kantoran di Jakarta di bulan puasa. Pulang ke rumah sudah jauh malam, tapi harus buru-buru bangun untuk makan sahur.
Lalu, di kantor akan mencuri-curi waktu agar bisa tidur barang sejenak-dua jenak.
Tapi, unsur duka dari kegiatan bukber juga lumayan menyiksa. Lagi-lagi soal macet harus dipertimbangkan, mengingat gara-gara macet, banyak yang terlambat ikut bukber.
Padahal, lokasi bukber sudah dipilih yang relatif dekat dari kantor. Misalnya, para pekerja di sekitar Semanggi memilih bukber di kawasan Bendungan Hilir.
Jaraknya hanya beberapa ratus meter saja, tapi kendaraan roda empat bisa jalan di tempat. Kemudian, saat sampai di depan tempat bukber, giliran mencari termpat parkir yang sulit sekali.
Karena yang memesan bukber juga banyak, terkadang pesanan yang sebelumnya sudah disebutkan kepada pengelola restoran, masih belum siap ketika peserta bukber datang.
Atau, pesanan yang dihidangkan tidak sesuai jenis dan jumlahnya dengan yang dipesan sebelumnya.
Belum lagi "kekacauan" waktu salat magrib. Musala yang relatif kecil tak mampu memuat pengunjung yang berlimpah.
Nah, di penghujung Ramadan ini, mereka yang bukber di mal, kafe, atau restoran di Jakarta akan merasa lebih nyaman.
Soalnya, tidak ada kemacetan menuju tempat bukber dan tidak sulit mencari tempat parkir kendaraan.
Tentu, hal ini sekaligus juga lebih hemat, karena tidak membuang banyak bahan bakar kendaraan untuk mencapai tempat bukber.
Lagi pula, tidak seperti di awal puasa yang membuat banyak orang "lapar mata". Maksudnya, menjelang berbuka, cenderung memesan makanan yang banyak, serasa mampu dilahap.
Di akhir Ramadan, orang-orang sudah realistis, dalam arti mampu memperkirakan jumlah makanan yang sebaiknya dipesan tanpa nantinya mubazir.
Jadi, meskipun banyak makanan yang terlihat menggoda selera, tak membuat peserta bukber menjadi orang yang rakus.
Makanya, jika ingin menyelenggarakan bukber hemat dan sekaligus nyaman, di akhir puasa ini momennya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H