Dalam berlebaran, wajar saja apabila seseorang merayakannya dengan cara yang meriah. Maksudnya, dengan melakukan sesuatu yang sangat jarang dilakukan pada hari-hari biasa.
Apa saja contoh yang bisa memperjelas apa yang dimaksudkan dengan merayakan lebaran secara meriah?Â
Pertama, mereka yang ingin penampilannya lebih oke dengan membeli pakaian baru. Tidak hanya baju, tentu juga alas kaki, gaya rambut, perhiasan, dan hal lain yang terkait dengan penampilan.
Kedua, mereka yang ingin menyediakan makanan yang enak yang di hari biasa jarang ada. Juga aneka kue lebaran, baik untuk para tamu maupun disantap sekeluarga sendiri.
Ketiga, mereka yang ingin berbagi kebahagiaan dengan sanak famili dan handai tolan, dengan berbagi angpao. Motifnya agar si pemberi dianggap sebagai orang yang sukses.
Keempat, mereka yang ingin rumahnya terlihat lebih mentereng. Makanya, sebelum lebaran perlu dicat ulang, atau ada bagian tertentu yang diganti atau diperbaiki.
Kelima, mereka yang ingin kendaraannya lebih kinclong karena mau dipakai bersilaturahmi, atau bahkan akan dibawa mudik ke kampung halaman
Keenam, mereka yang ingin mudik dengan tidak mempersoalkan biaya transportasi yang melangit, misalnya tarif pesawat terbang yang melonjak.
Ketujuh, mereka yang ingin berwisata ke tempat yang eksklusif, mungkin di hari lebaran kedua atau ketiga, dengan membawa banyak anggota keluarga atau sahabat.
Semua itu dianggap akan mendatangkan kebanggaan atau kepuasan pribadi. Makanya, mereka siap saja dengan kondisi yang macet di mana-mana, termasuk di kawasan wisata.
Tentu, akan terdapat pula pengeluaran yang tak terduga, sehingga tanpa terasa uang yang dipunyai tiba-tiba menipis.
Sebetulnya, berwisata di saat lebaran belum tentu nyaman. Misalnya, tak gampang memesan hotel yang diinginkan. Kalaupun dapat hotel, tarifnya lebih mahal padahal kondisi hotel kurang bagus.
Harga makanan di restoran pun jadi mahal, namun tetap diantre banyak orang. Â Adakalanya, pelayanan dari pihak restoran tak lagi memenuhi standar.
Begitulah kondisi saat berlebaran. Uang yang keluar tak sebanding dengan kenikmatan yang diperoleh konsumen.
Maka, kalau boleh menyarankan, kita jangan memaksakan diri untuk berlebihan merayakan lebaran. Ingat, kebutuhan di hari setelah lebaran juga harus dipenuhi.
Jangan sampai seseorang habis-habisan dalam berlebaran, karena merasa toh nantinya uang akan datang lagi, terutama bagi mereka yang jadi orang gajian.
Bagi-bagi angpao dan membawa oleh-oleh memang perlu, tapi harus disesuaikan dengan kemampuan. Buat apa menerima pujian sebagai orang sukses, tapi setelah itu kantong jadi kempes.
Mungkin bagi mereka yang menerima THR dari kantor tempatnya bekerja, merasa sah-sah saja menghabiskan THR tersebut.
Tapi, justru di situ masalahnya. Mereka yang penghasilannya tergolong sedang-sedang saja, bisa menyesal kalau salah kalkulasi.
Bukankah para financial planner (perencana keuangan) sudah memberikan tips, bahwa sisihkan sebagian THR untuk dana darurat atau untuk tabungan.
Adapun bagi mereka yang memang sudah terbiasa hidup dengan pas-pasan, jelas sudah terbiasa pula berlebaran dengan cara sangat sederhana.
Kemudian, mereka yang memang punya harta berlimpah, juga tak perlu terlalu mempertimbangkan teori bagaimana meraih sehat finansial. Usai lebaran, tabungan mereka masih ada.
Nah, kepada kelompok yang sedang-sedang saja itu tadi, cermatlah dalam berhitung. Jangan sampai besar pasak dari pada tiang.
Jangan sampai penyesalan datang setelah lebaran usai. Merasa uang demikian banyak habis hanya untuk kebanggaan sesaat.
Jangan terlambat memikirkan, kenapa uang sebanyak itu tidak dipakai untuk investasi yang berpotensi membuahkan penghasilan tambahan. Atau dipakai untuk tabungan naik haji atau umroh.
Silakan berlebaran, tapi bukan dengan cara habis-habisan yang berbuah penyesalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H