Tidak perlu saya sebutkan nama masjidnya, tapi yang pasti masjid yang akan saya ceritakan ini betul-betul ada di Jakarta Selatan. Saya salah seorang yang sering salat di sana.
Nah, alhamdulillah, setelah pandemi relatif terkendali, pada puasa tahun ini saya berusaha untuk selalu mengikuti salat tarawih di masjid yang letaknya relatif dekat dari rumah saya itu.
Ada beberapa imam yang bergiliran memimpin salat Isya sekaligus salat tarawih di masjid tersebut, mungkin sekitar 5 atau 6 orang.Â
Di antara imam-imam tersebut, ada 2 di antaranya yang menurut saya agak "ekstrim". Yang satu lebih cepat dari rata-rata imam lainnya, dan yang satu lagi lebih lambat.
Baik, saya mulai dari yang pertama. Pernahkah Anda ikut salat tarawih dipimpin oleh imam yang super ngebut ala Valentino Rossi?
Ya, Rossi yang mantan juara dunia balap motor itu, saya pinjam namanya untuk menggambarkan betapa cepatnya bacaan dan gerakan imam yang saya bahas ini.
Julukan Valentino Rossi bagi sang imam, mungkin terlalu berlebihan. Bukan saya yang memulai memberi julukan tersebut, tapi ada jemaah lain.
Untuk menggambarkan kecepatan sang imam, coba saja bayangkan, beliau mampu membaca beberapa ayat dalam satu tarikan nafas.Â
Maksudnya, kalau imam lain setiap berganti ayat akan berhenti sejenak, imam yang ngebut itu bisa bablas begitu saja.
Tentu ada konsekuensinya, bacaan sang imam kadang-kadang tidak terdengar jelas. Perpindahan gerakan salat pun, seperti orang terburu-buru saja.
Yang ngos-ngosan justru makmumnya, karena keteteran mengejar gerakan sang imam. Saya beberapa kali tertinggal dua langkah dari imam.
Berikutnya, kita lihat imam kedua yang cara beliau memimpin salat bertolak belakang dengan imam pertama di atas.
Imam kedua ini bacaan dan gerakannya seperti sangat dihayati dengan gaya yang super pelan. Ini pun juga membuat jemaah serasa melayang.Â
Kali ini bukan melayang karena ngebut ala imam pertama, tapi melayang yang dimaksud adalah melayang-layang pikirannya.
Saya sendiri sudah sering salat diimami oleh pak ustaz yang super pelan itu tadi, karena beliau termasuk yang paling senior dalam jajaran pengurus masjid.
Bahkan, dari cerita yang saya dengar, masjid tersebut dibangun dulunya atas inisiatif keluarga besar sang imam.
Saking lambatnya kecepatang Sang Imam, jika beliau mengucapkan salam penutup salat, saya pastikan dulu imamnya telah betul-betul mengakhiri ucapan salam, baru saya mengikuti.
Soalnya, saya pernah begitu imamnya baru mulai mengucapkan salam pada bagian awal, saya langsung mengikuti.Â
Eh, saya sudah selesai salam, kalimat salam sang imam belum berakhir. Artinya, saya sudah melakukan kesalahan, tak patuh pada imam.
Sebelum menutup tulisan ini, saya harus meminta maaf pada kedua imam yang saya tulis di atas, sebagai contoh yang ngebut dan yang super pelan.
Saya sangat menghormati kedua imam tersebut dan sama sekali saya tak punya niat untuk sesuatu yang bersifat negatif.
Yang ingin saya katakan, masing-masing imam salat tarawih punya gaya sendiri-sendiri yang tentu wajib diikuti oleh makmum salat yang dipimpin imam tersebut.
Tapi, sekiranya boleh menyampaikan aspirasi versi pribadi saya sendiri (mohon maaf lagi kalau aspirasi seperti ini tidak lazim), kecepatan imam yang sedang-sedang saja, lebih membuat khusyuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H