Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Pemberian THR, Kondisi Ideal dan Kasus yang Perlu Diantisipasi

8 April 2023   05:38 Diperbarui: 8 April 2023   05:40 1566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Foto: Okezone

Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dilihat dari sisi peraturan yang dibuat pemerintah, sudah sangat jelas, khususnya setelah adanya Peraturan Menteri Tenaga Kerja pada tahun 1994.

Melalui ketentuan tersebut, semua perusahaan atau pengusaha wajib membayar THR keagamaan kepada pekerja atau buruhnya, pada saat menjelang pekerja berhari raya.

Jadi, tidak hanya pekerja yang beragama Islam saja yang dapat THR. Hal yang sama berlaku bagi pekerja yang merayakan Natal, atau hari raya lainnya yang diakui negara.

Sebelum itu, banyak perusahaan yang tidak memberikan hadiah apa-apa kepada karyawannya menjelang hari raya.

Ada juga yang memberikan bingkisan ala kadarnya berisi kue-kue, sembako, dan sarung. Pokoknya, bebas saja tergantung kebijakan masing-masing perusahaan.

Bahkan, ada sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perbankan, sebelum 1994 hanya memberikan fasilitas yang disebut porskot hari raya.

Porskot tersebut bersifat pinjaman sebesar 1 kali gaji karyawan yang nanti pengembaliannya dicicil dengan memotong gaji selama 10 bulan.

Nah, dengan Permenaker pada 1994 tersebut sudah ada standar minimal dalam mekanisme pemberian THR.

Besarnya THR bagi pekerja yang telah punya masa kerja minimal selama 12 bulan adalah  satu kali upah bulanan (upah pokok ditambah tunjangan tetap).

Pekerja yang bekerja kurang dari 12 bulan, tapi sudah bekerja sekurang-kurangnya 3 bulan, mendapat THR yang dihitung secara proporsional dengan masa kerjanya.

Pemberian THR sudah harus diberikan kepada pekerja yang berhak, selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Dulu, setelah pekerja perusahaan mendapat THR, rasa iri justru diperlihatkan oleh para pegawai negeri sipil (PNS).

Soalnya, Permenaker di atas hanya ditujukan buat perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara atau daerah, dan bukan untuk PNS.

Akhirnya, seiring dengan membaiknya kondisi keuangan pemerintah, sejak tahun 2016 PNS juga menerima THR.

Bahkan, pada tahun 2023 ini, selain mendapat THR, PNS juga akan mendapatkan gaji ke-13 sekitar bulan Juni, dengan maksud disesuaikan dengan tahun ajaran baru.

Artinya, dari sisi regulasi, rasanya sudah cukup jelas bahwa para pegawai, baik PNS, pegawai BUMN, maupun swasta, dijamin memperoleh THR.

Tinggal bagaimana dengan kenyataannya di lapangan? Apakah regulasi itu telah berjalan dengan baik?

Ada beberapa perusahaan besar yang mampu menerapkan kondisi ideal, dalam arti lebih besar dari ketentuan minimal THR.

Perusahaan besar tersebut memberikan THR sebesar 2 kali gaji bulanan dan dibayarkan 2 minggu sebelum hari raya.

Hal itu jelas lebih baik dari regulasi yang mewajibkan THR minimal 1 kali gaji dan paling lambat dibayarkan seminggu sebelum lebaran

Masalahnya, sebagian besar perusahaan justru berkebalikan dengan kondisi ideal di atas.

Beberapa contoh kasus yang perlu diantisipasi karena diduga pada masa yang lalu sering terjadi, adalah sebagai berikut.

Pertama, THR yang jumlahnya dipotong secara sepihak oleh perusahaan tanpa alasan yang jelas. 

Bisa jadi kemampuan keuangan perusahaan belum memungkinkan, tapi tidak dikomunikasikan secara baik kepada semua pekerja.

Kedua, pembayaran THR dilakukan dengan cara mencicil. Padahal ketentuannya harus dibayarkan sekaligus.

Ketiga, perusahaan terlambat membayar THR. Mengacu pada ketentuannya, jika pengusaha terlambat membayar THR, dikenakan denda sebesar 5 persen dari total yang harus dibayar.

Pemerintah sudah menegaskan semua kasus seperti di atas, atau sekiranya ada modus lainnya, bisa dilaporkan kepada Posko THR Kemenaker.

Semoga saja pada lebaran tahun ini, pemberian THR yang sudah jadi tradisi tersebut, tidak ternoda oleh berbagai kasus yang tak diharapkan.

Sebagai catatan, masih ada kelompok masyarakat yang tidak mengenal tradisi menerima THR, seperti pedagang kecil, petani, nelayan, dan berbagai profesi lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun