Sebuah video yang menunjukkan seorang penumpang sedang salat di atas kereta rel listrik (KRL) sempat viral. Penumpang itu seorang wanita yang tentu saja salat dengan memakai mukena.
Sajadah digelar wanita tersebut di sudut pintu naik atau turun, agak mepet ke pinggir kursi penumpang. Ia salat dengan posisi menghadap pintu KRL.
Bisa jadi hal itu terjadi ketika kondisi di KRL tidak terlalu padat. Jika pada jam sibuk, di mana banyak penumpang yang terpaksa berdiri dan susah untuk berpindah posisi, tentu sulit untuk salat.
Sayangnya, di media sosial yang mengunggah video tersebut, tak dijelaskan kapan peristiwa itu terjadi dan di KRL rute mana.
KRL sendiri melayani banyak sekali penumpang yang naik atau turun di berbagai stasiun kereta api di Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan Tangerang.
Banyak tanggapan yang muncul atas video tersebut, ada yang memaklumi, tapi banyak pula yang menyayangkan.
Mereka yang memaklumi bahkan ada yang kagum, karena wanita yang salat memperlihatkan bahwa ibadahnya tidak ketinggalan sedikit pun.
Sedangkan mereka yang kurang sependapat, menyatakan si wanita hanya cari perhatian, kok salat di tempat yang kurang tepat.
Sebetulnya, jika membaca dari referensi yang ada, bagaimanakah tata cara salat bagi orang yang dalam perjalanan?
Jika di atas pesawat terbang jarak jauh, merupakan hal yang lazim melihat penumpang melakukan salat sambil duduk di kursinya masing-masing.
Tentu, sebelum itu, penumpang yang salat duduk itu melakukan wudhu dengan cara tayamum (tidak memerlukan air).
Dalam bertayamum, penumpang pesawat cukup meraba bagian belakang kursi yang ada di depannya dengan kedua telapak tangannya.
Kemudian, mengusap muka dengan kedua telapak tangan, dan dilanjutkan dengan mengusap kedua belah tangan.
Salat sambil duduk tentu saja tidak memungkinkan gerakan rukuk dan sujud secara sempurna, cukup sebisanya saja.
Untuk penumpang pesawat jarak pendek, kebanyakan akan melakukan salat di bandara asal keberangkatan atau di bandara tujuan.
Atau, bisa juga dilakukan dengan cara jamak. Misalnya, salat zuhur dan ashar dilakukan pada saat bersamaan, bisa di waktu zuhur atau di waktu ashar.
Untuk penumpang bus antar kota, biasanya saat bus berhenti agar penumpang bisa makan di rumah makan yang dilewati, sekaligus menjadi waktu untuk salat di musala rumah makan.
Yang lebih nyaman tentu saja bagi penumpang kapal laut, karena rata-rata di atas kapal ada musala yang cukup besar.
Nah, kembali ke penumpang KRL, sebetulnya di setiap stasiun sudah tersedia musala yang cukup nyaman.
Tapi, bisa jadi terasa kurang praktis jika seorang penumpang turun di sebuah stasiun untuk salat, lalu naik KRL lagi.
Bayangkan, jika seorang penumpang naik KRL di Bogor saat sebelum azan subuh. Begitu azan, kereta misalnya melewati Stasiun Depok.
Jika penumpang yang ingin salat, turun dulu di Depok, lalu naik lagi, akan kehilangan banyak waktu. Juga berpotensi terpaksa berdiri berdesakan dalam KRL ketika naik lagi.
Kalau ia tidak turun di Stasiun Depok, sewaktu sampai di stasiun tujuan, katakanlah di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, waktu subuh sudah habis.
Jadi, bagaimana dong? Melakukan tayamum dan salat duduk bisa menjadi pilihan. Itupun kalau penumpang itu dapat duduk.
Namun, bagi penumpang yang berdiri, memang jadi serba susah. Kabarnya, ada KRL yang di salah satu gerbongnya terdapat musala.
Semoga nantinya, semua KRL dilengkapi dengan fasilitas musala di salah satu gerbongnya, meskipun berukuran kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H