Baru saja memasuki hari pertama bulan puasa tahun ini, tahu-tahu ada pengumuman dari pemerintah bahwa para aparatur sipil negara (ASN), dilarang melakukan buka bersama (bukber).
Padahal, bukber sudah dari dulu menjadi tradisi di negara kita. Hanya saja, dari masa ke masa cara bukber berbeda-beda, sesuai dengan perkembangan zaman.
Bukber zaman dulu dilakukan lebih banyak di masjid atau langgar. Bisa juga di rumah seseorang yang menjadi pihak pengundang acara bukber.
Acara digelar secara lesehan dan lebih bertujuan untuk memperkuat hubungan silaturahmi antar warga di suatu kampung.
Kemudian, seiring dengan kemajuan zaman, sejak beberapa tahun terakhir ini (kecuali di masa pandemi) bukber digelar di tempat yang prestisius dan terkesan berhura-hura.
Ada yang digelar di hotel berbintang, di mal mewah, di kafe-kafe, dan sebagainya. Bukber di masjid masih tetap ada, tapi diikuti oleh warga kelas menengah ke bawah.
Adapun soal ASN yang bukber, pada masa sebelum pandemi sebetulnya hanya melibatkan segelintir saja, terutama yang sudah punya jabatan relatif tinggi.
Sedangkan ASN kebanyakan, karena jam kerjanya berubah menjadi pulang lebih cepat, jarang yang ikut bukber. Kalau pun ada, selama 30 hari puasa, hanya 1-2 kali saja ikut bukber.
Tapi, yang pejabat, tak bisa mengelak ketika ada undangan dari pejabat instansi atau lembaga lain, agar hubungan kerja tetap terjalin dengan baik.
Bisa juga yang mengundang adalah pihak pengusaha atau pengurus asosiasi tertentu, yang tentu bisnisnya ada kaitan regulasi dengan ASN yang diundang.