Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Honor Menulis Dipotong Pajak, Saat Lapor SPT Bayar Lagi?

9 Maret 2023   04:41 Diperbarui: 9 Maret 2023   16:28 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen bukti potong pajak atas honor tulisan | dok. Kompasiana/Djulianto Susantio

Bulan Maret adalah bulan yang sibuk bagi mereka yang wajib membuat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh), karena batas akhir pengirimannya pada tanggal 31 Maret.

Tapi, untunglah, sejak beberapa tahun terakhir ini sudah tersedia layanan penyusunan laporan SPT secara online, sekaligus juga pengirimannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Panduan cara mengisi berbagai formulir yang harus dilaporkan pun banyak tersedia, termasuk melalui beberapa tulisan di Kompasiana.

Makanya, artikel ini bukan memberikan tips cara isi SPT, tapi lebih terfokus pada cara perhitungan kekurangan pembayaran pajak.

Sebetulnya, sebagian besar Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun karyawan swasta, hanya membuat "SPT Nihil".

Maksud SPT Nihil, SPT tetap harus dibuat dan dikirimkan ke KPP sesuai dengan domisili wajib pajak yang membuat SPT. Namun, SPT Nihil tidak mengalami lebih atau kurang bayar.

Hal ini terjadi karena si pegawai tersebut hanya punya penghasilan dari satu sumber saja, yakni gaji bulanannya. Terhadap gajinya tersebut, telah dipotong pajaknya oleh kantor tempatnya bekerja.

Nah, masalahnya ada pula pegawai yang menerima penghasilan lain, inilah yang perlu dicermati apa konsekuensinya dalam perhitungan pajak.

Penghasilan lain tersebut biasanya juga sudah dipotong pajak, tapi ada yang sifatnya sebagai PPh Final dan ada yang tidak final.

Yang final, misalnya pajak atas bunga tabungan di bank. Terhadap bunga yang diterima oleh penabung, pihak bank sudah memotong sebesar 20 persen dari bunga tersebut.

Berapa jumlah bunga yang diterima oleh seorang wajib pajak, tinggal dilaporkan saja dalam SPT, tanpa ada konsekuensi kurang bayar.

Masih ada beberapa jenis penghasilan lainnya yang bersifat final, seperti bunga atas deposito, obligasi, dan juga hasil penjualan saham di bursa efek.

Pemegang saham juga lazim menerima dividen (bagian laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham). Pajak atas dividen pun bersifat final.

Hanya saja, diduga pegawai yang membeli saham di bursa efek belum begitu banyak. Tapi, kalau punya rekening di bank, bisa dipastikan dipunyai oleh semua pegawai.

Selain itu, ada pula penghasilan yang sifatnya tidak final, misalnya mereka yang dapat honor dari tulisannya yang dimuat oleh media massa.

Sebetulnya, oleh pihak media, atas honor yang ditransfernya ke penulis, juga telah dipotong pajak. Hal ini dicantumkan dalam kuitansi pembayaran honor.

Pegawai yang merangkap jadi penulis, diduga cukup banyak. Mereka tidak hanya menulis di media, tapi juga menulis buku yang dijual di toko buku.

Banyak pula pegawai yang mendapat honor sebagai narasumber atau pembicara di sebuah forum seminar.

Demikian pula pegawai yang pada malam hari menjadi dosen tidak tetap di perguruan tinggi swasta, lumayan banyak.

Nah, honor menulis, jadi pembicara dan jadi dosen di atas, adalah contoh penghasilan yang meskipun sudah dipotong pajak, tapi sifatnya tidak final.

Begitulah yang diatur oleh ketentuan perpajakan yang berlaku di negara kita dan harus kita patuhi.

Karena tidak final, maka akan terdapat konsekuensi kurang bayar saat honor-honor di atas dilaporkan pada SPT.

Kenapa kurang bayar? Karena harus diperhitungkan dengan penghasilan lainnya, yang bagi pegawai maksudnya diperhitungkan dengan penerimaan gajinya.

Umpamanya, honor-honor di atas telah dipotong sebesar 5 persen atau 10 persen. Padahal, kalau dijadikan sebagai faktor penambah penghasilan dari gaji selama setahun, tarif pajaknya akan lain. 

Katakanlah seorang pegawai punya gaji plus tunjangan sebesar Rp 9 juta per bulan (sebelum dipotong pajak). Selama setahun berarti Rp 108 juta.

Pajak atas gaji dan tunjangan di atas telah dibayarkan oleh kantor tempat yang bersangkutan bekerja, sesuai dengan ketentuan pajak progresif yang berlaku.

Ketentuan tersebut adalah untuk total penerimanaan gaji setahun hingga sebesar Rp 60 juta, dipotong pajak sebesar 5 persen.

Untuk penghasilan di atas Rp 60 juta hingga Rp 250 juta per tahun dipotong pajak sebesar 15 persen.

Berikutnya, untuk penghasilan di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta per tahun, dipotong pajak sebesar 25 persen.

Setelah itu, untuk penghasilan di atas Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar per tahun, dipotong pajak sebesar 30 persen.

Terakhir, untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun, dipotong pajak sebesar 35 persen.

Kembali ke kasus di atas, dengan penghasilan sebesar Rp 108 juta, besar pajak yang dibayarkan kantor sebesar 5 persen dari Rp 60 juta ditambah 15 persen dari 48 juta, yakni sebesar Rp 10,2 juta.

Pegawai di atas juga punya kegiatan sampingan yang selama tahun 2022 lalu mendapat honor secara total sebesar Rp 15 juta.

Atas honor di atas, berdasarkan bukti kuitansi honor-honor tersebut, misalnya telah dipotong pajak sebesar 5 persen, yakni Rp 750.000.

Nah, di sinilah terjadi kurang bayar pajak saat melapor SPT tahun 2022. Honor Rp 15 juta harusnya menjadi penambah penghasilan yang Rp 108 juta sebelumnya.

Dengan demikian, total penghasilan menjadi Rp 108 juta ditambah Rp 15 juta, yakni sebesar Rp 123 juta.

Maka pajak atas honor harusnya kena tarif lapis kedua, yakni 15 persen dari Rp 15 juta, atau sebesar Rp 2.250.000.

Atas kekurangan pajak sebesar Rp 2.250.000 dikurangi Rp 750.000 (sama dengan Rp 1.500.000), harus disetorkan ke kas negara melalui bank yang melayani setoran pajak.

Bukti setornya dilampirkan bersamaan dengan pelaporan SPT Tahun 2022.

Demikian saja, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca yang selama ini belum mengetahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun