Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Generasi Z: Multitasking, Kutu Loncat, dan Tanpa Basa-basi

21 September 2023   05:30 Diperbarui: 24 September 2023   22:02 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z. (Dok. Tirachardz/Freepik, dimuat Kompas.com)

Waktu bergulir terasa semakin cepat saja. Banyak orang yang merasa kaget kok tiba-tiba sudah memasuki usia pensiun, padahal rasanya belum lama berkarier.

Para pekerja boleh saja datang dan pergi, tapi sebuah perusahaan yang bagus pengelolaannya, akan tetap berkembang, meskipun generasi yang bekerja di sana telah berganti.

Artinya, jauh sebelum generasi terdahulu akan pensiun, generasi baru yang bertalenta tinggi telah direkrut, dilatih, dan disiapkan untuk melanjutkan kelangsungan usaha perusahaan.

Perusahaan seperti itu punya perencanaan sumber daya manusia yang matang dan secara periodik menerima karyawan baru.

Maka, sejak beberapa tahun terakhir ini, di berbagai perusahaan sudah terlihat bergabung anak-anak yang tergolong Generasi Z.

Generasi Z (sering disingkat Gen-Z) adalah generasi yang lahir dalam kurun waktu antara tahun 1997 hingga 2012. Di Indonesia, kehadiran Generasi Z di dunia kerja sudah semakin banyak.

Hal ini seiring dengan perkembangan komposisi penduduk negara kita, di mana berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per tahun 2020, jumlah Gen-Z tercatat 75,49 juta jiwa.

Jumlah tersebut di atas sama dengan 27,94 persen dari total populasi di Indonesia. Memang, Gen-Z kebanyakan baru di tahap awal karier, belum meraih posisi manajemen.

Justru itu, manajemen perusahaan yang banyak punya karyawan muda usia harus paham karakter Gen-Z, agar segenap potensinya bisa dikembangkan secara maksimal.

Dunia kerja Gen-Z harus dicermati secara tepat agar tak disalahpahami. Sesuatu yang dilihat sebagai kelemahan, sebetulnya masih bisa menjadi kekuatan jika dilihat dari sisi lain.

Untuk itu, ada baiknya melihat beberapa karakteristik Gen-Z berikut ini, yang merupakan hasil rangkuman dari berbagai sumber dan juga pengalaman sejumlah manajer yang membawahi Gen-Z.

Pertama, banyak referensi yang menyebutkan anak muda sekarang punya kecenderungan melakukan beberapa hal dalam waktu hampir bersamaan (multitasking).

Hal itu dapat dipahami, mengingat mereka generasi yang ketika lahir sudah langsung kenal internet. Jadi, mereka terbiasa mengonsumsi beberapa informasi pada waktu bersamaan.

Bekat kelincahan mereka beradaptasi dengan teknologi, apa-apa jadi serba gampang. Melakukan sesuatu bisa sambil rebahan, makanya bisa juga multitasking.

Tentu, multitasking ini juga ada sisi kelemahannya, seperti terkesan kurang fokus, dan tak jelas mana pekerjaan yang jadi target utama.

Namun, bila kelemahan tersebut bisa diminimalisir di bawah supervisi mentor yang berpengalaman, maka hasil kerja dari mereka yang multitasking bisa luar biasa.

Kedua, banyak para manajer yang mengeluh menghadapi Gen-Z karena mereka dinilai sebagai "kutu loncat", dalam arti suka berpindah-pindah pekerjaan.

Dalam hal ini, mereka kurang loyal pada perusahaan tempatnya bekerja. Tapi, jika didalami dan bisa memberikan pekerjaan yang memenuhi kriteria tertentu, mereka bisa juga betah.

Apa saja kriteria tersebut? Antara lain mereka ingin manajemen yang transparan dalam arti terbuka menerima ide-ide dan kreativitas dari bawah, dan memberi kebebasan atau fleksibilitas dalam bekerja.

Salah satu indikasi fleksibilitas tersebut adalah dengan menerapkan pola kerja hibrid (bisa dari rumah dan bisa dari kantor, bersifat sutuasional).

Demikian juga dari sisi jam kerja, mereka ingin diperkenankan datang terlambat dan bertanggung jawab akan menyelesaikan tugas meskipun hingga larut malam.

Mereka juga selalu ingin berkembang, sehingga jalur kariernya harus jelas dan menghargai keberagaman (tidak terkungkung primordialisme).

Selain itu, mereka juga menginginkan perusahaan yang care terhadap masalah sosial dan lingkungan, serta menghargai privacy untuk mencapai kebahagiaan lewat worklife balance.

Ketiga, banyak juga keluhan dari para manajer bahwa Gen-Z terlalu terus terang dalam berkomunikasi, sehingga terkesan tanpa basa-basi atau kurang tata krama.

Hal ini bisa dipahami mengingat mereka lebih banyak berkomunikasi lewat media sosial yang gaya bahasanya berbeda dengan cara komunikasi orang kantoran yang serba formal.

Para manajer tak perlu tersinggung dengan gaya terus terang tersebut. Lama-lama kalau sudah terbiasa dan tak ada hard feeling, semuanya akan lancar.

Perlu diketahui, Gen-Z tidak takut dengan ancaman pemecatan. Tujuan mereka, seperti yang disinggung di atas, adalah worklife balance, di mana bekerja tidak semata-mata karena mengejar uang.

Jadi, jika masing-masing generasi bisa saling memahami, hasilnya pasti dahsyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun