Buktinya tidak pelit, ia dengan gampang membantu orang lain yang kurang beruntung atau beramal untuk rumah ibadah.
Hanya saja, kekayaannya tidak begitu terlihat, karena rata-rata berupa surat berharga seperti obligasi, reksadana, dan tanah di kampungnya.
Mereka bukan tipe yang tergoda membeli rumah mewah dan mobil mewah. Mereka juga terkesan tidak ingin pamer harta, karena penampilannya biasa-biasa saja.
Namun, tanpa gembar-gembor, persiapan mereka untuk masa pensiun lumayan memadai, karena memang sudah direncanakan dengan matang.
Ketiga, pejabat yang bergaya high profile, lebih tinggi dari rata-rata pejabat di level yang sama. Bahkan, ada yang berlagak seolah-olah sudah punya jabatan yang sebetulnya belum didudukinya.
Yang seperti ini, terkadang gaya istri dan anak-anaknya juga lebih dahsyat memamerkan kekayaannya, baik secara langsung maupun di media sosial.
Nah, kembali kepada kecaman Sri Mulyani, tentu bukan dialamatkan kepada kelompok pejabat yang low profile.Â
Pasti yang "ditembak" adalah yang high profile. Kelompok ini tak mesti dicurigai sebagai koruptor, kecuali jika ada indikasi ke arah sana.
Tapi, tetap saja, meskipun tidak korupsi, bergaya hidup mewah bukan contoh yang baik. Tepat sekali bila Sri Mulyani mengatakan, hal itu akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.
Memang, dengan gaji dan tunjangan yang tinggi di Kemenkeu, tidaklah sulit bergaya mewah bagi pejabatnya, tanpa korupsi sekalipun.
Tentu, maksud mewah di sini adalah dibandingkan dengan rata-rata pejabat kementerian lain di level yang sama dan sama-sama tidak korupsi.