Kasus yang melibatkan anak pejabat pemerintah di bidang perpajakan (yang berada di bawah Kementerian Keuangan), yang terjadi baru-baru ini telah menyita perhatian publik.
Selain kasusnya itu sendiri, juga telah merembet ke soal gaya hidup mewah pejabat. Sampai-sampai Menteri Keuangan Sri Mulyani langsung mengecam gaya hidup mewah pejabat bawahannya itu.
Kisahnya bermula dari seorang remaja bernama Mario Dandy Satrio, anak dari seorang pejabat di Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo.
Mario diduga menganiaya seorang remaja bernama David secara sadis di kawasan Pesanggrahan Jakarta Selatan, yang membuat David tak sadarkan diri, seperti diberitakan Bisnis.com, 23/2/2023.
Dari hal tersebut, publik mengetahui bahwa Mario ternyata gemar memamerkan mobil mewah. Lebih jauh lagi, jumlah harta kekayaan ayahnya pun jadi topik hangat.
Kecaman Sri Mulyani tentu sangat bisa dimaklumi. Tapi, harus diakui, gaji plus tunjangan pejabat jajaran Kemenkeu, lebih khusus lagi di Ditjen Pajak, memang lebih tinggi dibanding yang lain.
Barangkali besarnya tunjangan di atas, dimaksudkan agar mereka yang antara lain bertugas menghimpun setoran pajak dari masyarakat, tidak tergoda berbuat korupsi.
Namun, itu bukan alasan untuk bisa membenarkan gaya hidup mewah. Bagaimanapun juga, aparatur sipil negara, termasuk pejabat sekalipun, adalah pelayan masyarakat.
Sebaiknya, seorang pejabat memberi pemahaman kepada anak-anaknya sejak mereka masih kecil untuk tidak membangga-banggakan jabatan orang tuanya.
Tapi, hal ini menuntut agar si pejabat itu sendiri juga konsisten bergaya hidup biasa-biasa saja. Bukankah anak-anak sekadar meniru orang tua?
Jika si pejabat dan istrinya juga sering mengumbar kepejabatannya di rumah dan memamerkan kekayaan di depan publik, anaknya pun nantinya akan petentang-petenteng.