Dahulu, sebelum ada PPATK yang didirikan pada 2002, bank menjadi tempat yang lazim dipilih untuk menyimpan uang oleh para koruptor atau penjahat lainnya.
Tentu, si koruptor tidak membuka rekening atas namanya, tapi bisa saja atas nama keluarga, kerabat, atau orang lain yang dipercayainya.
Namun, sekarang relatif sulit mencuci uang di bank, karena terhadap transaksi di atas jumlah tertentu, bank wajib meminta nasabah menjelaskan asal usul uangnya dan dilaporkan ke PPATK.
Barangkali karena itulah, koperasi menjadi sasaran baru. Mungkin dikira belum terjangkau oleh PPATK.
Padahal, seperti yang diberitakan di atas, PPATK mampu mengendus praktik pencucian uang melalui lembaga keuangan berlabel koperasi.
Sayangnya, pemberitaan di media massa belum menjelaskan bagimana modus pencucian uang yang terjadi di koperasi secara lebih rinci.
Hanya saja, dari laman ppatk.go.id, disebutkan bahwa sekarang sedang dilakukan join audit antara Kementerian Koperasi dan UKM dan PPATK.
Tentu saja, kita berharap pada masyarakat untuk tidak terlalu khawatir untuk menjadi anggota koperasi yang aktif.
Tapi, masyarakat perlu selektif dalam memilih koperasi yang betul-betul murni menjalankan prinsip koperasi.Â
Artinya, di koperasi tersebut, yang berkuasa adalah para anggota. Pengurus pun dipilih oleh anggota dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya pada forum Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Sebetulnya, ada banyak koperasi yang baik, tapi dalam pemberitaan media massa, tenggelam oleh koperasi yang berkasus.