Keempat, lapangan kerja bagi para pengasuh bayi yang bekerja secara langsung di rumah majikannya, dan juga bisnis tempat penitipan bayi atau anak-anak (daycare).
Kelima, yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak seperti playgroup (kelompok bermain) dan taman kanak-kanak. Hal ini termasuk pula guru dan peralatan yang digunakan.
Ingat pula, beberapa tahun setelah sekolah anak usia dini tak punya murid, giliran SD yang kosong. Selanjutnya giliran SMP, SMA, bahkan sampai perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan jarang disebut sebagai lembaga bisnis. Tapi, faktanya bagi penegelola sekolah swasta tak bisa melepaskan diri dari hitung-hitungan bisnis.
Keenam, yang berkaitan dengan mainan anak-anak, dari mobil-mobilan, boneka, hingga arena khusus seperti yang ada di mal-mal.
Ketujuh, bisnis yang berkaitan dengan penjualan kereta dorong bayi, alat gendongan bayi, dan kasur bayi.
Kedelapan, industri yang memproduksi perlengkapan mandi dan toiletries khusus bayi, beserta jaringan penjualannya.
Itulah beberapa contoh bisnis yang diperkirakan akan bangkrut bila gerakan child free makin besar pengikutnya.
Ternyata, ada banyak bisnis atau banyak perusahaan dan tenaga kerja yang menggantungkan kehidupannya sekeluarga di jenis-jenis usaha di atas.
Jika dihitung-hitung, nilai bisnisnya pasti sangat besar, termasuk setoran pajak yang berkaitan dengan bisnis tersebut ke kas negara.
Sekarang, rata-rata satu keluarga hanya punya 2-3 orang anak, bukan jumlah yang banyak seperti puluhan tahun lalu, di mana satu keluarga punya 7-9 anak.