Kesulitan itu bisa berarti tidak punya kemampuan yang memadai, atau karena terlalu sibuk sehingga tak punya waktu cukup.
Di sinilah muncul permainan dengan melibatkan satu tim khusus yang melibatkan dosen muda dan mahasiswa. Tim inilah yang mengerjakan penelitian untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah.
Namun, yang ditulis sebagai peneliti utama adalah dosen senior, sehingga bisa dipakai dalam rangka kenaikan pangkat atau pencalonan guru besar si dosen senior.
Tentu ada bayaran dari si dosen senior kepada tim peneliti itu tadi, yang telah disepakati sebelumnya.
Gelar profesor memang menjadi idaman semua dosen, karena bisa dikatakan sebagai puncak pencapaian kariernya di jalur fungsional.
Apalagi, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah memberikan tunjangan yang relatif besar bagi setiap guru besar.
Sehingga, lengkap sudah kebanggaan seorang guru besar, karena diakui kepakaran sesuai disiplin ilmunya dan juga dihargai secara finansial.
Tapi, untuk mencapai jenjang tertinggi secara akademik itu tentu tidak hanya menggambarkan sisi intelektual saja. Seharusnya juga menggambarkan integritasnya yang tinggi.
Maka, bila dunia akademis dicemari oleh praktik perjokian karya ilmiah, jelas sangat mencoreng reputasi perguruan tinggi.
Kelakuan guru besar yang diperoleh secara tidak benar seperti itu, tentu akan diketahui oleh para mahasiswa di kampus tersebut.
Nah, sesuai kata pepatah "guru kencing berdiri, murid kencing berlari", maka mahasiswa yang lagi berjuang untuk menyelesaikan S1, tak akan malu untuk mengikuti cara yang sama.