Namun, harus diakui, ada sejumlah orang yang mungkin kebagian mencicipi hasil korupsi seorang pejabat. Orang tersebut bisa jadi anggota keluarga si koruptor atau teman dekatnya.
Bisa pula yang diuntungkan itu sekelompok orang karena si koruptor rajin memberikan bantuan kepada kelompok itu.
Contohnya, si koruptor rajin berbagi pada warga yang berasal dari desa yang sama dengan desa asal si koruptor.
Tidak hanya yang satu desa asal, kemungkinan alumni sekolah yang sama dengan sekolah si koruptor, warga satu suku atau marga, satu kelompok pengajian, bisa pula menerima kucuran dana.
Bisa jadi si koruptor merasa jadi pahlawan, yang membayangkan dirinya seperti Robin Hood, penjahat yang sering membantu rakyat kecil.
Bagaimanapun, perlu strategi khusus dalam menyadarkan masyarakat yang selama ini merasa mendapat keistimewaan dari si koruptor.
Keistimewaan bagi segelintir orang itu adalah kesengsaraan bagi banyak orang lain, karena seperti telah ditulis di atas, uang negara yang dikorupsi pada dasarnya adalah uang rakyat.Â
Kalaupun ada yang kecipratan, toh kalau ketahuan, akan diusut oleh aparat penegak hukum.
Si penerima aliran dana dari koruptor akan terseret, seperti menjadi saksi, barang yang diterima akan disita, dan sebagainya.
Seandainya tidak ketahuan, tetap tidak akan nyaman menikmati uang yang dicurigai berasal dari korupsi. Namanya juga uang haram dan itu memakan hak orang lain.
Kesimpulannya, korupsi itu merugikan rakyat banyak, meskipun akan ada segelintir orang dekat si koruptor yang kecipratan.