Gara-gara nama dan tanggal lahir sama, rekening seorang penjual burung di Pamekasan, Jawa Timur, diblokir oleh BCA, bank tempatnya menabung.
Padahal, bagi seorang pedagang kecil bernama Ilham Wahyudi itu, saldo rekeningnya yang hanya sebesar Rp 2 jutaan, sangatlah penting artinya.
Maka, ketika tiba-tiba rekeningnya diblokir dan tak bisa digunakan untuk mengambil uang atau bertransaksi, tentu saja si pedagang burung tersebut kaget dan bingung.
Apalagi, si pedagang mendapat informasi bahwa pemblokiran rekeningnya atas dasar permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apa kaitannya pedagang burung dengan tindak pidana korupsi? Kalaupun pedagang dikaitkan dengan korupsi, lazimnya adalah pedagang besar yang menyuplai barang ke instansi pemerintah.
Usut punya usut, akhirnya ketahuan sudah, apa yang menjadi penyebab diblokirnya rekening Ilham Wahyudi di atas.
Ternyata, pihak BCA mengakui adanya kesalahan identitas terhadap rekening yang seharusnya diblokir sesuai yang diminta KPK.
Menurut Beritasatu.com (30/1/2023), saat ini rekening yang diblokir sudah dibuka kembali dan BCA sudah meminta maaf kepada nasabah.
KPK sendiri memang meminta BCA melakukan pemblokiran rekening atas nama Ilham Wahyudi terkait dugaan kasus suap pengelolaan dana hibah Provinsi Jawa Timur.
Tapi, Ilham Wahyudi yang dimaksud KPK bukan Ilham Wahyudi yang penjual burung itu tadi.
Masalahnya, nama dan tanggal lahir kedua orang tersebut persis sama, sehingga terjadilah salah blokir di atas.
Memang, kalau dua orang atau bahkan lebih yang namanya sama persis, bukan hal yang unik.
Namun, jika nama yang sama itu diikuti juga dengan sama tanggal lahir, barangkali termasuk langka.
Selama ini, permintaan pemblokiran rekening seseorang atas permintaan instansi yang berwenang (tidak hanya KPK), sudah sering terjadi.
Tapi, hal itu tidak sampai diberitakan di media massa karena sifatnya yang rahasia.
Kali ini, karena yang terkena pedagang burung yang merasa tidak punya kesalahan apa-apa, akhirnya menjadi berita untuk konsumsi publik.
Dengan sistem pembukuan bank sekarang yang sudah memakai teknologi canggih, memblokir seseorang sangatlah gampang.
Hanya dengan satu kali pencet saja yang terhubung ke corebanking system, maka status rekening seseorang sudah terblokir dan tak bisa ditransaksikan di manapun.
Agak mirip dengan seseorang yang rekeningnya pasif, tidak bertransaksi selama masa tertentu, oleh pihak bank akan di-dormant-kan, dalam arti menjadi rekening yang tak bisa bertransaksi.
Tapi, saldo rekening yang akan dipasifkan biasanya sangat kecil, sehingga bank berasumsi si pemilik rekening memang bermaksud menutup rekeningnya.
Soalnya, dengan suku bunga tabungan di bawah jumlah tertentu sebesar 0 persen, lama-lama tabungan seseorang otomatis berkurang dari potongan biaya administrasi bulanan.
Sehingga, begitu tabungan itu di bawah jumlah minimal, maka statusnya berubah jadi rekening pasif.
Kembali ke kasus penjual burung di atas, hendaknya menjadi pelajaran bagi bank mana pun, agar melakukan check and recheck terhadap rekening yang akan diblokir.
Kemudian, permintaan KPK atau instansi yang berwenang meminta pemblokiran rekening, kalau bisa lebih lengkap merinci identitas dari orang yang akan diblokir rekeningnya.
Umpamanya, dengan memberikan semua data yang tercantum pada KTP seseorang. Logikanya, nomor induk kependudukan (NIK) seseorang tak mungkin sama dengan orang lain.
Sedangkan bagi pihak bank, biasanya data "nama gadis ibu kandung" dari pemegang rekening, lazim dipakai bank untuk menjadi faktor pembeda antar beberapa orang yang bernama sama. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H