Seperti halnya Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang juga terletak di Gedebage, Masjid Al Jabbar sebelumnya adalah sawah.
Para pakar sudah sering melontarkan kritik, bagaimana kita bisa swasembada pangan, bila lahan pertanian terus menyusut?
Kelima, fungsi danau buatan yang diragukan sebagai penampung air agar tidak banjir. Untuk membuktikannya, perlu dilihat ketika curah hujan yang deras dengan durasi yang lama.Â
Jangan-jangan pembangunan danau hanya untuk gagah-gagahan saja. Bisa jadi Kota Bandung tak mau kalah dengan daerah lain yang punya masjid terapung di pinggir laut.
Keenam, nama yang dipaksakan agar pas dengan Jabar sebagai singkatan Jawa Barat.Â
Padahal, Al-Jabbar dalam asmaul husna artinya "zat yang maha memaksa". Apakah maksudnya Pemprov Jawa Barat akan memaksa warganya agar program yang disusunnya bisa terlaksana?
Selain isu-isu di atas, berdasarkan pengalaman saya yang cukup terengah-engah mencapai masjid dari tempat parkir di jalan raya di depan komplek, saya punya satu saran.
Saran saya, perlu dibangun 2 atau 3 jembatan dari beberapa sisi jalan untuk menyeberangi telaga agar sampai ke masjid. Sekarang, hanya ada 2 pintu masuk tapi di satu sisi saja.
Akibatnya, pengunjung yang datang bukan dari sisi pintu utama, harus berkeliling jauh, baru bisa masuk ke area masjid.
Terlepas dari berbagi isu di atas, apapun juga, masjid megah itu sudah berdiri. Sekarang, menjadi kewajiban pengelola dan masyarakat untuk betul-betul menggunakan dan merawat masjid dengan sebaik-baiknya.