Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Euforia dan 6 Isu Miring Terkait Masjid Raya Al Jabbar Bandung

14 Januari 2023   04:40 Diperbarui: 14 Januari 2023   08:07 1676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung Masjid Al Jabbar|dok. iNews Jabar -iNews.id, dimuat terasjabar.id

Berita peresmian Masjid Raya Al Jabbar di Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (30/12/2022), sangat menarik perhatian saya.

Masjid tersebut dirancang dengan arsitektur yang unik oleh Ridwan Kamil ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Ridwan Kamil pula, kali ini sebagai Gubernur Jawa Barat, yang meresmikan masjid ikonik itu.

Keunikan rancangan masjid bisa dilihat dari tidak adanya kubah. Inspirasinya, menurut Ridwan Kamil,  datang dari rumus matematika, yakni berupa tumpukan beberapa kurva.

Ketika menonton siaran berita televisi yang meliput masjid itu, saya belum membayangkan akan mengunjunginya langsung dalam waktu cepat.

Apalagi, saya melihat di layar kaca, betapa membludaknya masyarakat mendatangi Masjid Al Jabbar, sehingga suasananya seperti sebuah euforia.

Parahnya, telaga buatan yang mengelilingi masjid dipenuhi anak-anak yang berenang seenaknya. Pokoknya, kesan saya dari berita tersebut, suasananya semrawut.

Namun, ternyata tanpa rencana matang, pada Minggu (8/1/2023), saya yang tinggal di Jakarta Selatan, berkesempatan mengunjungi Masjid Al Jabbar.

Adalah kehadiran kakak saya dari kampung (Payakumbuh, Sumbar), yang minta dibawa jalan-jalan ke Bandung.

Saya pikir, kenapa tidak ke Al Jabbar sekalian? Alhamdulillah, kakak saya menyambut baik ide ke Masjid Al Jabbar.

Seperti dugaan saya, euforia masyarakat dari Bandung dan sekitarnya masih terlihat dari penuhnya masjid dan halamannya.

Tapi, dengan segala kelelahan mengelilingi komplek masjid yang sangat luas itu, saya bersyukur bisa menikmati kemegahan Al Jabbar.

Dengan melihat langsung, saya bisa memahami kenapa beberapa media daring menuliskan adanya beberapa isu miring terkait Masjid Raya Al Jabbar.

Isu miring dimaksud, paling tidak mencakup 6 hal seperti dipaparkan di bawah ini.

Pertama, peresmian dinilai terburu-buru. Pengunjung yang demikian ramai terpaksa antre untuk ke toilet dan wudhu, namun beberapa kran air tidak berfungsi dengan baik.

Taman di pinggir telaga buatan masih belum rapi. Namun, dari denah yang terpasang di taman, nantinya akan ada beberapa taman tematik.

Kedua, biaya yang "ditelan" masjid tersebut sangat besar, sekitar Rp 1 triliun dan memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat.

Wajar saja, sebagian pengamat menilai jumlah tersebut terlalu besar dan akan lebih baik bila dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ketiga, akses jalan ke Masjis Al Jabbar relatif sempit dan dengan pengunjung yang banyak, jalan ke sana sudah macet sejak sekitar 2 km sebelum masjid.

Banyak pula warga yang membuat tempat parkir darurat dan mencegat kendaraan yang lewat tapi terjebak dalam kemacetan.

Padahal, kalau pengemudi memilih memarkir mobilnya, mereka terpaksa jalan kaki lumayan jauh, sekitar 2 km itu tadi.

Keempat, terkait luasnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi area Masjid Raya Al Jabbar.

Seperti halnya Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) yang juga terletak di Gedebage, Masjid Al Jabbar sebelumnya adalah sawah.

Para pakar sudah sering melontarkan kritik, bagaimana kita bisa swasembada pangan, bila lahan pertanian terus menyusut?

Kelima, fungsi danau buatan yang diragukan sebagai penampung air agar tidak banjir. Untuk membuktikannya, perlu dilihat ketika curah hujan yang deras dengan durasi yang lama. 

Jangan-jangan pembangunan danau hanya untuk gagah-gagahan saja. Bisa jadi Kota Bandung tak mau kalah dengan daerah lain yang punya masjid terapung di pinggir laut.

Keenam, nama yang dipaksakan agar pas dengan Jabar sebagai singkatan Jawa Barat. 

Padahal, Al-Jabbar dalam asmaul husna artinya "zat yang maha memaksa". Apakah maksudnya Pemprov Jawa Barat akan memaksa warganya agar program yang disusunnya bisa terlaksana?

Masjid Al-Jabbar Bandung|dok. Republika/Abdan Syakura
Masjid Al-Jabbar Bandung|dok. Republika/Abdan Syakura

Selain isu-isu di atas, berdasarkan pengalaman saya yang cukup terengah-engah mencapai masjid dari tempat parkir di jalan raya di depan komplek, saya punya satu saran.

Saran saya, perlu dibangun 2 atau 3 jembatan dari beberapa sisi jalan untuk menyeberangi telaga agar sampai ke masjid. Sekarang, hanya ada 2 pintu masuk tapi di satu sisi saja.

Akibatnya, pengunjung yang datang bukan dari sisi pintu utama, harus berkeliling jauh, baru bisa masuk ke area masjid.

Terlepas dari berbagi isu di atas, apapun juga, masjid megah itu sudah berdiri. Sekarang, menjadi kewajiban pengelola dan masyarakat untuk betul-betul menggunakan dan merawat masjid dengan sebaik-baiknya.

Pengunjung yang melimpah membuat masalah sampah menjadi tidak gampang penanganannya. Bahkan, karpet dalam masjid pun terkesan agak kotor. 

Maka, kehadiran petugas untuk selalu mengingatkan pengunjung agar tidak membuang sampah sembarangan, sangat diperlukan.

Masjid tidak semata berfungsi sebagai tempat beribadah, tapi juga dijadikan objek wisata, atau tempat menggelar beragam acara yang berdampak pada perekonomian masyarakat, dan sebagainya.

Maka, penting adanya keaktifan "Dewan Kemakmuran Masjid" di Masjid Al Jabbar agar eksistensi masjid berfungsi secara optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun