Tapi, dengan segala kelelahan mengelilingi komplek masjid yang sangat luas itu, saya bersyukur bisa menikmati kemegahan Al Jabbar.
Dengan melihat langsung, saya bisa memahami kenapa beberapa media daring menuliskan adanya beberapa isu miring terkait Masjid Raya Al Jabbar.
Isu miring dimaksud, paling tidak mencakup 6 hal seperti dipaparkan di bawah ini.
Pertama, peresmian dinilai terburu-buru. Pengunjung yang demikian ramai terpaksa antre untuk ke toilet dan wudhu, namun beberapa kran air tidak berfungsi dengan baik.
Taman di pinggir telaga buatan masih belum rapi. Namun, dari denah yang terpasang di taman, nantinya akan ada beberapa taman tematik.
Kedua, biaya yang "ditelan" masjid tersebut sangat besar, sekitar Rp 1 triliun dan memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat.
Wajar saja, sebagian pengamat menilai jumlah tersebut terlalu besar dan akan lebih baik bila dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ketiga, akses jalan ke Masjis Al Jabbar relatif sempit dan dengan pengunjung yang banyak, jalan ke sana sudah macet sejak sekitar 2 km sebelum masjid.
Banyak pula warga yang membuat tempat parkir darurat dan mencegat kendaraan yang lewat tapi terjebak dalam kemacetan.
Padahal, kalau pengemudi memilih memarkir mobilnya, mereka terpaksa jalan kaki lumayan jauh, sekitar 2 km itu tadi.
Keempat, terkait luasnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi area Masjid Raya Al Jabbar.