Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Survei Kepuasan Pelanggan, Kenapa Banyak Orang Enggan Mengisinya?

8 Desember 2022   04:06 Diperbarui: 8 Desember 2022   16:55 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya membaca email masuk, saya mendapatkan pesan dari sebuah hotel yang pada beberapa hari sebelumnya menjadi tempat saya menginap.

Isi email tersebut mengharapkan saya untuk mengisi survei yang terdapat dalam lampiran. Ya, katakanlah semacam survei kepuasan pelanggan.

Ketika saya klik lampiran dimaksud, semangat saya untuk mengisi survei layanan hotel itu langsung kendor, karena cukup banyak item yang harus diisi.

Segera saya tutup lampiran tersebut dan memutuskan tidak akan berpartisipasi dalam mengisi survei.

Ya, dalam hati saya mohon maaf pada pengelola hotel. Saya paham, jika saya berada di pihak hotel, tentu sangat berharap adanya feedback dari pelanggan yang pernah menggunakan hotel tersebut.

Tapi, mengingat ada beberapa email lain yang menurut saya lebih penting, saya merasa akan membuang waktu saja bila terus mengisi survei tadi.

Saya membayangkan bahwa survei layanan hotel tersebut jadi panjang karena dibagi atas beberapa bidang.

Mungkin ada yang minta pendapat tentang kondisi kamar, tentang pelayanan dari staf atau pekerja, tentang makanan di ruang breakfast, dan fasilitas lainnya.

Bisa jadi kalau saya mencoba mengisi survei tersebut hanya memakan waktu sekitar 5 menit saja.

Namun, saya terlanjur membayangkan akan butuh waktu lebih lama lagi, mengingat lampiran yang terdiri dari beberapa halaman.

Pada dasarnya saya memang tidak begitu antusias mengisi berbagai jenis survei produk atau survei pasar, termasuk survei yang menanyakan penghasilan dan gaya hidup respondennya.

Dulu, setiap penumpang pesawat sebuah maskapai penerbangan domestik, ketika hendak mendarat diminta mengisi sejumlah pertanyaan terkait pelayanan maskapai itu.

Awalnya pakai cara "kuno", mengisi secara manual pakai kertas yang dibagikan oleh pramugari dan dipinjamkan pulpen untuk mengisi.

Kemudian pakai cara yang lebih kekinian, mengisi di gawai yang biasanya untuk menayangkan hiburan atau informasi terkait penerbangan, yang dipasang di depan kursi penumpang.

Tapi, dari yang saya amati, relatif sedikit penumpang yang mengisi survei, baik yang pakai kertas maupun yang pakai gawai.

Dugaan saya, di mata responden, survei dianggap sebagai demi kebutuhan produsen saja. Makanya, mereka enggan menjawab pertanyaan.

Pihak manajemen perusahaan yang melakukan survei bukan tidak menyadarinya keengganan pelanggannya tersebut.

Ilustrasi survei|dok. konsultaniso.web.id
Ilustrasi survei|dok. konsultaniso.web.id

Untuk merangsang pelanggan mengisi survei, kadang-kadang diiming-imingi dengan hadiah tertentu, seperti dapat voucher belanja.

Itupun responden adakalanya asal mengisi saja, yang penting asal dapat voucher atau hadiah lainnya.

Maksudnya, responden dengan sengaja memberikan jawaban yang menyenangkan hati produsen atau perusahaan penyedia layanan.

Bisa juga semua pertanyaan dijawab dengan rating 3 dari skala 5 (maksudnya yang di tengah-tengah, sedang-sedang saja).

Padahal, jika responden jujur, barangkali banyak hal yang mereka merasa tidak puas.

Tapi, budaya Indonesia mungkin juga berpengaruh, yang kurang terbuka dalam mengajukan kritik. Akibatnya, isi kuesioner cenderung baik-baik saja.

Artinya, akan terjadi bias kalau pihak manajemen semata-mata mengambil keputusan berdasarkan hasil survei.

Idealnya, responden mengisi survei dengan sesungguhnya. Hal ini tentu menjadi masukan yang berharga bagi pihak produsen.

Sehingga, nantinya akan ada pengembangan produk atau perbaikan pelayanan, berdasarkan masukan dari hasil survei.

Jadi, sebetulnya mengisi survei itu terdapat hubungan saling menguntungkan antara produsen dan konsumen.

Produsen akan meningkatkan mutu produk dan pelayanannya demi kepuasan konsumen. 

Bila konsumen puas, mereka akan kembali membeli produk atau jasa tersebut, dan tentunya akan memberi keuntungan pada pihak produsen.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun