Koalisi Perubahan yang menyatukan Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), terancam layu sebelum berkembang.
Ketiga partai di atas memang telah sepakat akan mengusung Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, sebagai capres dalam kontestasi Pilpres 2024.
Tapi, kepastian koalisi sebetulnya masih belum terwujud. Ada satu hal yang mengganjal.
Hal tersebut sangat krusial dan bahkan bisa membuyarkan berbagai kesepakatan sebelumnya.
Bayangkan, jika buyar, maka sia-sialah deklarasi pencapresan Anies oleh Nasdem yang terkesan sangat percaya diri.
Padahal, diduga gara-gara itu pula Nasdem telah merasakan konsekuensi "dijauhi" Presiden Jokowi.
Maka, pada acara HUT Nasdem yang belum lama ini digelar, tidak dihadiri Presiden dan juga tidak ada pemutaran video ucapan selamat ulang tahun dari Jokowi.
Adalah soal siapa cawapres pendamping Anies yang berpotensi membuyarkan kerjasama antara Nasdem, Demokrat dan PKS.
Soalnya, Demokrat ngotot menyorongkan  nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
PKS tak kalah ngotot dengan mengatakan bahwa Ahmad Heryawan (Aher) yang lebih tepat menjadi cawapres.
Dari sisi elektabilitas, AHY lebih unggul dari Aher, namun Aher punya modal pengalaman sebagai Gubernur Jawa Barat selama 2 periode.
Di tengah belum adanya suara bulat tersebut, tahu-tahu Anies Baswedan membuat "aksi" yang di luar dugaan banyak orang.
Aksi dimaksud adalah bertemu dengan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang dikemas dalam agenda sarapan di Hotel Novotel, Solo, Selasa (15/11/2022).
Menurut Anies, pertemuannya dengan putra sulung Presiden Joko Widodo itu hanya silaturahmi dan ngobrol santai saja.
Tapi, begitu ada wacana menduetkan Anies-Gibran yang diutarakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali, membuat Partai Demokrat jengkel (viva.co.id, 17/11/2022).
Kalau begitu, komentar salah seorang pimpinan PDIP yang menilai Anies punya agenda "udang di balik batu" saat bertemu Gibran, mungkin ada benarnya.
Sebetulnya, Gibran tidak dimungkinkan menjadi cawapres pada Pilpres 2024 mendatang, karena secara ketentuan yang berlaku, Gibran terganjal oleh faktor usia.
Dalam hal ini, usia minimal saat pendaftaran pada 2023 mendatang adalah 40 tahun. Padahal, pada tahun depan Gibran baru 37 tahun.
Tapi, terlepas dari itu, wacana duet Anies-Gibran wajar saja membuat Demokrat jengkel. Barangkali PKS pun jengkel.
Soalnya, meskipun masih pada tingkat wacana, sebaiknya harus dimusyawarahkan antar anggota koalisi sebelum dilempar ke publik.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Andi Arief, mengingatkan agar Nasdem selalu disiplin saat memutuskan ingin membangun koalisi dengan Demokrat dan PKS.
Lebih lanjut, menurut Andi Arief, Partai Demokrat dan PKS sejauh ini sudah berupaya disiplin.
Kita tunggu saja, bagaimana akhir kisah drama politik ini. Apakah koalisi antar ketiga partai di atas akan terwujud sesuai rencana atau malah layu sebelum berkembang.
.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI