Namun, Merza mengingatkan bahwa perubahan organisasi tak akan berhasil bila manajemen tidak mengubah perilaku karyawannya.
Perilaku karyawan yang sudah tertanam menjadi kebiasaan dan nilai-nilai yang diterapkan semua karyawan, akhirnya membentuk sebuah budaya korporat yang kondusif dalam rangka mengeksekusi transformasi.
Bila di sebuah bank masih banyak karyawannya yang lalai dalam mengamankan sistem teknologi, maka jangan heran bila data nasabah bisa bocor ke pihak yang tidak berkepentingan.
Jika pihak yang mendapat bocoran data itu menjadikannya sebagai sarana pembobolan rekening nasabah, dapat dibayangkan, kepercayaan masyarakat bisa hilang pada bank tersebut.
Merza secara lengkap menulis bagimana tahapan yang harus dilakukan agar proses transformasi nantinya berhasil sesuai apa yang diharapkan.
Jelas bahwa transformasi bukan sekali jadi, meskipun secara konsep telah disepakati oleh berbagai elemen di perusahaan.
Justru  pelaksanaannya perlu dikawal terus menerus serta dikondisikan sedemikian rupa, sehingga terbentuk nilai-nilai budaya korporat baru.Â
Kebetulan, di tempat saya bekerja dulu, saya pernah menjadi anggota TMT (Tim Manajemen Transformasi) sekitar tahun 1999.
Waktu itu yang menjadi anggota tim kebanyakan berasal dari divisi yang membidangi organisasi perusahaan dan dibantu oleh belasan staf senior yang baru selesai mengambil gelar MBA atau MM dengan biaya dinas.
Tapi, konsep yang dihasilkan ternyata terlalu teoritis meskipun sudah visioner (berpikir jauh ke depan). Oleh para karyawan, istilah TMT diplesetkan menjadi "Tak Menginjak Tanah" atau tidak realistis.
Kemudian, pada 2001-2002, kembali saya bergabung dalam tim yang disebut TBK (Tim Budaya Kerja). Kali ini dibantu oleh konsultan pengembangan sumber daya manusia terkenal.