Bahkan, juga sudah ada beberapa orang wanita yang diterima menjadi sopir Bus Transjakarta. Padahal, seleksinya cukup ketat.
Tapi, untuk bekerja sebagai sopir truk sampah yang sekaligus mengambil kontainer sampah di beberapa titik, mungkin banyak yang enggan.Â
Bukankah itu identik dengan kotor dan bau? Namun, oleh Mitra malah menganggap pekerjaan sopir truk sampah sebagai pekerjaan yang mulia.
Sebetulnya, asal pekerjaan tersebut halal, apalagi bermanfaat bagi orang banyak, tak usah terlalu berpikir soal gengsi.
Bayangkan jika tak ada yang mau bekerja untuk mengangkut sampah, yang akan rugi akhirnya masyarakat setempat juga.
Soalnya, lingkungan akan jadi kotor, orang-orang tidak nyaman untuk berlalu lalang dan kualitas hidup pun menurun.
Para pemulung yang mencari nafkah dari mengorek-ngorek sampah, tahu sekali betapa berharganya tumpukan sampah dalam arti masih ada nilai ekonominya.
Mereka yang kreatif bisa menghasilkan berbagai jenis produk yang terbuat dari sampah yang telah dibersihkan terlebih dahulu.
Kembali ke kisah hidup Mitra Yoriska, semoga keberhasilannya bisa memotivasi siapapun untuk berjuang dengan gigih meraih cita-citanya.
Mitra berpesan kepada para remaja agar tidak gengsi melakukan pekerjaan "kasar" dan lakukan dengan penuh keikhlasan.
Saat ini Mitra masih berstatus sebagai Pegawai Honorer di Dinas Lingkungan Hidup Kota Solok. Namun, ia bercita-cita menjadi seorang jaksa.