Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika KDRT Melanda Orang Biasa, Bukan Lesti Kejora

9 Oktober 2022   16:30 Diperbarui: 9 Oktober 2022   16:37 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lesti Kejora|dok. Istimewa, dimuat detik.com

Kebetulan, pada Kamis (6/10/2022) yang lalu, saya mengunjungi seorang senior saya waktu masih pada tahap awal merintis karier di sebuah BUMN pada akhir dekade 1980-an.

Sekarang, senior tersebut, panggil saja namanya Pak Gito, lagi terbaring menderita sakit stroke di rumahnya di Bogor. 

Beberapa hari sebelumnya, Pak Gito dirawat di sebuah rumah sakit di Bogor, namun sekarang pengobatannya boleh rawat jalan.

Saya berkunjung bersama beberapa teman, semuanya mantan anak buah beliau. Dulu, saat Pak Gito sudah menjadi kepala bagian, saya dan teman lain menjadi staf di bagian itu.

Ringkas cerita, sekitar jam 11 siang  kami sampai di rumah Pak Gito dan disambut oleh istri beliau. Pak Gito sendiri terbaring di tempat tidur di pojok ruang keluarga.

Tapi, ketika kami datang, beliau tidak tertidur, hanya posisi tubuhnya yang berbaring. Satu per satu kami merunduk agar bisa menyalami Pak Gito.

Terlihat ekspresi gembira di wajah Pak Gito ketika kami menyalami. Hanya saja, beliau seperti ingin menyebut nama masing-masing kami, tapi mungkin beliau lupa nama-nama kami.

Barulah ketika saya menyebutkan nama saya sendiri, beliau ngomong dengan suara pelan dan artikulasinya kurang jelas. Tapi, intinya beliau ingat setelah kami menyebut nama masing-masing.

Pak Gito terkesan ingin  sekali terlibat dalam pembicaraan, tapi karena ucapannya terbata-bata, beliau lebih banyak jadi pendengar saat sesama kami ngobrol atau saat kami bertanya pada istri beliau.

Dugaan saya, beliau mengerti apa yang kami bicarakan, hanya saja beliau mengalami kesulitan bila ingin menanggapi melalui kata-kata.

Namun, kami gembira, dari ekspresi wajahnya Pak Gito terlihat senang dengan kedatangan kami. Tatapan matanya juga sudah "berbicara".

Apalagi, ketika mau pamit, salah seorang dari kami membaca doa secara keras dan khusuk, yang diaminkan oleh kami semua, juga dari pihak tuan rumah.

Tentu, kami juga meninggalkan sedikit buah tangan, sebagaimana kelaziman dalam melihat orang sakit dan juga "amplop".

Nah, "rahasia" tentang asal mula penyakit Pak Gito baru terkuak di atas kendaraan, saat rombongan kami pulang menuju Jakarta.

Rupanya, salah seorang dari kami, sebut saja namanya Bu Isma, ketika di rumah Pak Gito diceritakan sesuatu oleh istri Pak Gito dengan berbisik-bisik.

Apa yang dibisiki Bu Gito itulah yang diceritakan ulang oleh Bu Isma, yang tampaknya sudah cukup akrab dengan Bu Gito.

Jadi, ada musibah atau kejadian yang tak diharapkan yang membuat shock Pak Gito. Musibah itu menimpa anak bungsunya yang sudah bersuami dan punya seorang anak.

Si bungsu ini kesayangan Pak Gito karena satu-satunya perempuan dari 4 anaknya. Suami si bungsu sekarang membawa istrinya ke suatu tempat yang tak diketahui Pak Gito.

Sebelum itu, karena alasan pandemi, setiap Pak Gito dan istrinya mau bertemu putri bungsunya dan sekaligus melihat cucu, selalu ditolak oleh menantunya.

Sehingga, suatu kali diutuslah diam-diam kakak si bungsu mendatangi rumah mertua si bungsu karena memang ia tinggal di sana.

Betapa kagetnya si kakak melihat adiknya tersandar ke tembok dengan muka lebam seperti habis dipukuli. Atau, menurut istilah sekarang, terkena KDRT.

Terjadilah ribut-ribut di rumah itu. Apa yang dilihat si kakak, tentu diceritakannya ke orang tuanya, dan membuat Pak Gito dan keluarganya sangat terpukul.

Tindakan yang diambil Pak Gito adalah melapor ke polisi, tapi tidak cepat ditindaklanjuti seperti yang diinginkan Pak Gito.

Karena menjadi beban pikiran yang tak tertahankan, Pak Gito pun, seperti telah disebut di awal tulisan ini, terkena stroke.

Apalagi, setelah itu, si bungsu dan menantunya tidak lagi terlacak tinggal di mana. 

Ya, kisah di atas hanya kisah sepihak saja, bisa jadi si menantu punya versi lain.

Selain itu, soal tidak cepatnya polisi bergerak, mungkin juga ada prosedur yang perlu dilengkapi atau ada pertimbangan lain.

Namun, yang jadi harapan kita bersama adalah, agar kasus KDRT yang menimpa orang biasa, kiranya cepat ditangani oleh pihak yang berkompeten.

Kebetulan, saat menulis artikel ini, di layar kaca sedang ditayangkan berita terkait kasus KDRT yang menimpa artis Lesti Kejora.

Pelakunya adalah suami Lesti sendiri, Rizky Billar. Pasangan sesama artis ini baru setahun membina rumah tangga.

Ironisnya, pasangan tersebut terpilih sebagai Best Couple dalam ajang Infotainment Awards 2022, saat isu KDRT menerpa mereka.

Saya sungguh mengapresiasi, terlihat di berita televisi tersebut respon kepolisian yang cepat atas laporan kasus Lesti. 

Diperkirakan, Rizky Billar tak bisa mengelak dan harus datang memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa.

Karir Rizky di dunia hiburan terancam tamat dan bahkan bayang-bayang hukuman yang akan dijatuhkan, mungkin sudah di depan matanya.

Tapi, kembali ke kisah KDRT yang menimpa orang-orang biasa, kiranya perlu pula mendapat perhatian yang serius, agar tertangani dengan baik.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun