Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bakal Akuisisi BTN Syariah, Tantangan BSI Makin Bertambah

21 Oktober 2022   07:56 Diperbarui: 22 Oktober 2022   08:15 1596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait upaya terciptanya perkembangan perbankan syariah yang sehat di negara kita, sudah cukup jelas dan tegas.

OJK memberi batas waktu hingga pertengahan 2023 bagi bank konvensional yang masih belum melepas (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) yang melekat di bank tersebut.

Hal itu mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberi batas waktu pemisahan selambat-lambatnya 15 tahun sejak diundangkan.

Memang, bank syariah sudah cukup dikenal oleh masyarakat kita, bahkan sudah mengalami banyak kemajuan.

Tapi, jika dilihat dari sisi pangsa pasarnya dibandingkan keseluruhan industri perbankan di Indonesia, masih berada di kisaran 6 persen.

Tentu angka 6 persen masih rendah, mengingat potensi besar Indoensia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.

Bukankah menurut kacamata umum,  menembus angka psikologis 10 persen seharusnya tidak begitu sulit?

Lagi pula, kehadiran bank syariah sudah cukup lama dihitung sejak beroperasinya Bank Muamalat pada 1991 sebagai pionir bank syariah di Indonesia.

Sekarang, justru Bank Muamalat yang perkembangannya boleh dikatakan belum menggembirakan. 

Karena dililit berbagai persoalan, terutama terkait kredit macet, Bank Muamalat sempat beberapa kali berganti pemegang saham pengendali.

Saat ini, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengambil alih posisi pemegang saham pengendali setelah tampil sebagai penyelamat Bank Muamalat.

Adapun bank syariah terbesar saat ini di negara kita adalah Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan total aset Rp 271,29 triliun pada kuartal pertama 2022.

Perlu diingat, bank syariah bukan bank yang eksklusif bagi nasabah muslim, karena bermanfaat bagi siapa pun juga.

Jangan heran bila di Inggris dan beberapa negara non muslim lainnya, bank syariah mengalami kemajuan pesat.

Kembali ke soal aturan spin off, hingga tulisan ini disusun, masih ada 20 UUS yang harus diputuskan nasibnya (wartaekonomi.co.id, 20/9/2022).

Maksudnya, apakah UUS tersebut akan menjadi bank syariah baru (terlepas dari induknya yang bank konvensional), merger dengan bank syariah yang ada, atau ditutup.

Selagi masih berstatus UUS, maka kedudukannya hanya sebagai salah satu divisi bisnis di bank konvensional yang menaunginya.

Tapi, kalau UUS-nya dilepas menjadi bank syariah baru, maka bank ini menjadi anak perusahaan dari induknya yang bank konvensional.

Salah satu di antara 20 bank dimaksud adalah UUS yang dipunyai Bank Tabungan Negara (BTN). 

UUS BTN, seperti juga BTN konvensional, punya kelebihan khusus, yakni dominasinya dalam kredit perumahan.

Sebagai Bank BUMN, BTN ketinggalan dalam mendirikan bank syariah sebagai anak perusahaan ketimbang 3 bank BUMN lainnya.

BRI dan BNI sudah lebih awal melakukan spin off, di mana UUS BRI menjadi BRI Syariah dan UUS BNI menjadi BNI Syariah.

Sedangkan Bank Mandiri mengkonversi Bank Susila Bakti yang awalnya merupakan anak perusahaan dari Bank Dagang Negara (BDN), menjadi Bank Syariah Mandiri (BSM).

BDN merupakan salah satu dari 4 bank BUMN yang melakukan merger menjadi Bank Mandiri pada tahun 1998. 

Bank lainnya yang sekarang melebur menjadi Bank Mandiri adalah Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia.

Nah, pada perkembangan berikutnya,  atas inisiatif Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, tiga bank syariah (BSM, BRI Syariah, BNI Syariah) bergabung menjadi BSI.

Kembali ke UUS BTN, memang ada 2 pilihan, yakni dengan mendirikan bank baru, katakanlah namanya BTN Syariah yang terpisah dari BTN, atau bergabung ke BSI. 

Namun, manajemen BTN sudah memutuskan untuk melepaskan UUS-nya ke BSI yang direncanakan akan terlaksana paling lambat Juli 2023 (Republika.co.id, 19/10/2022).

Aset UUS BTN pada akhir kuartal pertama 2022 tercatat sebesar Rp 37,3 triliun. Tentu, dengan diserahkannya UUS BTN kepada BSI, BSI semakin gemuk dengan aset lebih dari Rp 300 trilun.

Dengan aset demikian besar, BSI akan berada di posisi ke 6 atau ke 7 di antara semua bank (baik bank konvensional maupun syariah) di tanah air.

Tapi, bukan soal besar aset sebetulnya yang terpenting, melainkan BSI harus mampu menjawab tantangan untuk menjadi yang terdepan sebagai akselerator pertumbuhan perbankan syariah.

Hal itu juga berarti semakin banyak masyarakat yang terlayani dan sekaligus semakin besar berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kejayaan bank syariah di negara kita sangat tergantung pada sejauh mana kiprah BSI, mengingat BSI paling dominan di antara belasan bank umum syariah dan lebih dari 100 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang ada di Indonesia.

Mampukah BSI menjawab tantangan tersebut? Kita doakan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun