Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masih Adakah Resepsi Pernikahan Secara Gotong Royong?

2 Oktober 2022   05:40 Diperbarui: 7 Oktober 2022   16:20 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyiapkan resepsi pernikahan dengan gotong royong (Sumber Gambar: Artem Beliaikin Unsplash.com via buku.kompas.com)

Seorang teman saya betul-betul stres. Hal ini gara-gara keputusannya untuk menangani sendiri semua urusan yang berkaitan dengan pernikahan anaknya yang akan berlangsung pada awal Oktober 2022 ini.

Sebetulnya, saya sudah sarankan agar teman itu memilih wedding organizer (WO) yang punya reputasi bagus yang dapat dilihat dari rekam jejaknya.

Tapi, ia mengabaikan saran saya dengan alasan yang menurut saya cukup logis. Pertama, jelas soal pertimbangan biaya. Pakai jasa WO pasti ada fee yang tak sedikit yang harus dikeluarkan.

Kedua, ia menginginkan suasana yang guyub seperti halnya acara pernikahan di era jadul, ketika belum marak usaha jasa WO dan jasa vendor pernikahan.

Hingga sekarang, mungkin di kampung-kampung masih ada acara resepsi pernikahan yang terlaksana secara gotong royong.

Maksudnya, ada sanak famili dan tetangga yang ikut ramai-ramai membantu, sehingga semangat kebersamaan dan kekeluargaan, sangat terasa. Itulah yang disebut dengan guyub pada tulisan ini.

Tapi, masyarakat perkotaan sudah lama terbiasa dengan pola hidup individualis. Sehingga, jika mengadakan pesta, tidak mendapat bantuan dari tetangga.

Bahkan, famili pun kalau membantu sekadarnya saja, karena masing-masing sudah punya kesibukan tersendiri.

Makanya, berpesta di gedung dan semuanya secara rinci diatur WO terasa lebih praktis. Tidak bikin stres yang punya hajat, sepanjang dananya mencukupi.

Kembali ke cerita teman saya ini, kebetulan ia memang punya banyak saudara yang diharapkan bisa membantu. Artinya, kekompakan antar saudara masih terjaga hingga saat ini.

Hanya, teman saya mungkin lupa mempertimbangkan bahwa saudara-saudaranya itu banyak yang tinggal di Payakumbuh dan Bukitinggi. Sedangkan teman saya tinggal di Pekanbaru, Riau, dan acara resepsi pernikahan anaknya juga berlangsung di Pekanbaru.

Sanak famili yang akan datang membantu itu, semuanya sekitar 15 orang, perlu naik travel yang memakan waktu sekitar 4-5 jam.

Lalu, semuanya menginap di rumah teman saya itu selama 10 hari, tepatnya sejak seminggu sebelum hari resepsi hingga 3 hari setelahnya.

Ada juga famili jauh yang datang dan menginap hanya selama 3 hari di sekitar hari resepsi saja. 

Guyub memang jika dilihat dari semua famili itu (yang mayoritas wanita) sibuk membantu memasak di dapur.

Tapi, teman saya jadi stres juga karena setiap hari seperti pesta karena membiayai makan semua yang menginap tersebut.

Belum lagi sebelum famili datang, teman saya membeli banyak bantal, kasur tipis, dan juga piring dan gelas.

Acara bersih-bersih rumah pun, termasuk gudangnya yang berantakan, serta memperbaiki beberapa bagian rumah yang sudah tidak layak terlihat, terpaksa dilakukan demi menyambut para famili.

Ada yang dikerjakan teman saya itu sendiri, dan ada pula yang memanggil tukang dengan upah borongan.

Hitung saja, akhirnya demi keguyuban, jatuhnya mahal juga, jika semua pengeluaran pendahuluan itu ikut dimasukkan.

Pengeluaran seperti itu tidak akan ada kalau misalnya acara berlangsung di gedung dan memakai jasa WO.

Kebetulan halaman rumah teman saya itu relatif luas, sehingga ia memutuskan acara resepsi berlangsung di rumahnya sendiri.

Hanya saja, dengan pakai tenda (termasuk kursi untuk tamu dan dekorasinya) lumayan mahal juga, dan tenda sudah didirikan beberapa hari sebelum hari resepsi.

Tampaknya biaya tenda pun tidak beda jauh dengan sewa gedung. Masalahnya, sewa gedung hanya untuk beberapa jam saja, dan kurang guyub.

Kalau pakai WO, semuanya menjadi tanggung jawab WO termasuk mencari vendor pernikahan yang menyediakan barang atau sarana seperti yang dimaui pengguna jasa WO. 

Dengan dilakukan sendiri, teman saya pontang panting mencari vendor untuk penyediaan tenda, vendor pelaminan, dan vendor lainnya yang berkaitan dengan resepsi pernikahan.

Ilustrasi resepsi pernikahan dengan adat Minang|dok. iNews24jam.id
Ilustrasi resepsi pernikahan dengan adat Minang|dok. iNews24jam.id

Teman saya memang tidak memakai vendor katering, karena yang memasak digarap secara ramai-ramai oleh familinya.

Tapi, itu tadi, biaya bahan dapur tetap mahal, apalagi "memberi makan" para famili selama 10 hari.

Jadi, konsep guyub sekarang sudah berbeda dengan yang berlaku di kampung-kampung zaman dulu. 

Ketika itu famili dan tetangga gotong royong bekerja dan masing-masing membawa sesuatu. Ada yang menyumbang beras, kelapa, bahan makanan, meminjamkan peralatan, dan sebagainya.

Kalau sekarang, guyubnya ya seperti pengalaman teman saya itu. Ramai-ramai bekerja, tapi soal biaya ya tetap besar.

Nah, sekarang kalau Anda berniat melangsungkan pernikahan atau menikahkan anak, silakan menimbang-nimbang secara cermat terlebih dahulu.

Mau praktis tapi kurang guyub atau mau guyub tapi berpotensi bikin stres? Adapun soal biaya, relatif sama di antara kedua alternatif itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun