Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Evergreen Brand, Merek Produk yang Tak Ada Matinya

11 Oktober 2022   04:51 Diperbarui: 12 Oktober 2022   01:00 1832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Product Life Cycle|dok. taupasar.com

Coba perhatikan aneka barang di rumah Anda, dari pakaian yang Anda punyai, produk yang ada di kamar mandi, di dapur, di ruang keluarga, di gudang, di garasi dan tempat lainnya.

Apakah ada di antaranya yang merupakan evergreen brand? Maksudnya, merek dari barang tersebut sudah ada di zaman kakek Anda masih hidup, dan sekarang Anda anggaplah sudah jadi kakek, merek tersebut tetap eksis.

Ya, saya kira ada banyak contoh, tapi agar tidak terkesan sebagai promosi, tulisan ini tidak akan menuliskan merek produk dimaksud.

Tapi, Anda tentu sudah tahu ada merek pasta gigi, merek sabun mandi, hingga merek sepeda motor dan mobil yang mampu bertahan dalam beberapa generasi hingga sekarang.

Namun, jangan Anda bayangkan tampilan produk dengan merek yang sama, sama saja dari jadul sampai saat ini. 

Yang sama adalah mereknya, tapi tampilan, kemasan, atau bahkan komposisi kontennya sangat mungkin sudah berbeda, karena selalu ada pengembangan produk sesuai kemajuan zaman.

Sebut saja satu merek sabun mandi yang terdiri dari tiga huruf. Waktu saya kecil di tahun 1970-an sudah dikenal dengan iklannya yang mengatakan sebagai "pilihan 9 dari 10 bintang film".

Waktu itu belum dikenal sabun mandi cair seperti yang lazim digunakan saat ini. Artinya, bagi sebuah merek yang abadi sepanjang masa pun, produknya sudah berkembang sedemikian rupa. 

Jadi, pengembangan produk menjadi kata kunci yang justru harus dilakukan ketika produk lama masih laris.

Jika terlambat melakukan pengembangan produk, akan kaget sendiri bila muncul pemain baru dengan produk yang lebih canggih atau lebih kekinian.

Itulah yang terjadi kalau kita melihat brand dari produk telepon seluler, tidak ada yang mampu bertahan sangat lama.

Dulu, merek Nokia dan Blackberry seolah-olah akan jadi evergreen brand, ternyata belakangan ada merek lain lebih disukai konsumen.

Bahkan, beberapa merek dari China mampu merajai pangsa pasar telpon seluler untuk segemen kelas menengah ke bawah.

Jelaslah, merek-merek yang jadi pionir atau yang pertama di lempar ke pasaran belum pasti akan jadi evergreen brand. 

Ya, untuk air mineral memang merek yang sangat terkenal kebetulan adalah merek yang juga menjadi pionir. Tapi, untuk mi insatan, merek yang pertama kali muncul adalah Supermi, bukan merek yang sekarang sangat merajai pasar mi instan. 

Tahun 1986, perusahaan yang menjadi produsen Supermi tersebut, diakuisisi oleh perusahaan Indofood.

Apalagi kalau kita bicara tentang merek produk elektronik, betapa banyak merek yang menjadi pelopor, kemudian malah mengalami kebangkrutan karena ketinggalan zaman.

Bagi mereka yang pernah belajar ilmu manajemen pemasaran, tentu tahu dengan kurva yang menggambarkan product life cycle (PLC).

Product Life Cycle|dok. taupasar.com
Product Life Cycle|dok. taupasar.com

Dalam teori tersebut yang terlihat pada gambar di atas, siklus kehidupan sebuah produk terbagi atas 4 tahap.

Pertama, tahap introduction. Ini merupakan tahap awal produk diperkenalkan kepada konsumen yang disasar. Tentu, peranan promosi yang mencolok menjadi penting.

Kedua, tahap growth. Pada tahap ini, konsumen mulai banyak yang menyukai produk tersebut dan omzet atau hasil penjualan memperlihat grafik yang meningkat.

Ketiga, tahap maturity. Inilah masa puncak kejayaan suatu produk, di mana popularitasnya unggul dibandingkan produk sejenis dari perusahaan pesaing

Keempat, tahap decline. Pada tahap ini omzet mulai melandai dan bahkan menurun. Tahap ini menjadi masa yang berat untuk mempertahankan konsumen.

Bisa jadi hal itu terjadi karena munculnya produk baru yang gencar melakukan promosi atau terjadinya pergeseran selera konsumen mengikuti tren baru.

Apakah semua produk akan melewati siklus seperti itu? Tentu tidak. Bukankah demikian banyak produk yang layu sebelum berkembang?

Tapi, bagi produk-produk yang berhasil melewati tahap awal dengan baik, kemudian mampu berkembang, akan ada masanya mencapai prestasi puncak.

Setelah sampai di puncak, akan mulai menurun. Nah, ketika mulai terlihat indikasi akan menurun, segera luncurkan produk yang sudah dikembangkan.

Jadi, agar tidak terlambat me-launching produk baru hasil modifikasi, rancangan dan uji cobanya sudah dimulai pada tahap maturity.

Kalau produk baru hasil pengembangan tersebut berhasil merebut hati konsumen, kurvanya akan naik hingga mencapai masa puncak yang baru lagi.

Artinya, tahap puncak tersebut bisa berkali-kali dialami, dan biasanya puncak baru lebih tinggi ketimbang puncak periode sebelumnya.

Tapi, bila perusahan terlambat mengembangkan produknya, atau pengembangan produknya gagal memenuhi ekspektasi konsumen, maka produk tersebut bisa terjun bebas.

Maka, jelaslah keberadaan divisi atau unit kerja yang membidangi research and development di suatu perusahaan sangatlah penting.

Bahkan, di perusahaan kelas menengah ke atas, unit kerja yang membidangi riset dan pengembangan tersebut bisa terbagi dalam beberapa divisi.

Ada divisi yang fokus pada kerja kreatif dan ada pula yang fokus pada riset pasar untuk melihat tren selera pasar.

Kemudian, ada pula yang khusus memata-matai gerak gerik pesaing, baik dari sisi produk, pelayanan, maupun strategi pemasaran yang dilakukan pesaing.

Bagi pelaku usaha skala kecil, dengan keterbatasan tenaga kerja dan sarana yang dipunyai, tetap dituntut kreativitasnya dalam pengembangan produk, agar usahanya semakin sukses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun