Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Penabung Kecil Tak Dapat Bunga, Diskriminasi Nasabah Bank?

17 September 2022   05:50 Diperbarui: 17 September 2022   05:56 6548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang di bank|dok. Solopos.com

Anehkah kalau ada bank yang tidak memberikan bunga sama sekali kepada nasabahnya? Biasanya hal ini ditulis besarnya suku bunga 0 (nol) persen.

Sebetulnya, mungkin tak banyak yang menyadari, sudah agak lama penabung yang saldonya oleh beberapa bank dinilai kecil (misalnya di bawah Rp 50 juta), diberikan bunga 0 persen, alias tidak dapat bunga.

Padahal, saldo yang lebih besar saja, meskipun diberi bunga, katakankah 1 persen, tetap saja secara net terjadi tabungan minus atau tergerus saldonya.

Soalnya, bunga 1 persen tersebut dihitung selama 1 tahun, artinya setiap bulan hanyalah seperduabelas dari 1 persen. Itupun terkena lagi pajak atas bunga sebesar 20 persen dari bunga yang diterima nasabah.

Di pihak lain, potongan biaya administrasi bank setiap bulannya, ditambah potongan atas pengiriman notifiksi, bisa lebih besar ketimbang bunga yang diterima.

Bagi nasabah yang saldonya sudah ratusan juta rupiah, barulah bunga atas tabungan akan lebih besar dibandingkan berbagai potongan dari bank.

Memang, perlu disadari bahwa produk tabungan bukanlah produk investasi, tapi fungsi utamanya untuk menyimpan uang secara aman, teradministrasi dengan baik, dan gampang untuk bertransaksi.

Adapun jika nasabah berharap mendapat bunga sebagai tujuan utama, sebaiknya memilih membuka rekening deposito. Atau, membeli obligasi di mana bank sebagai agen penjual.

Tapi, kembali ke soal bunga 0 persen untuk produk tabungan, semoga saja bersifat sementara. Bukankah kebanyakan nasabah bank, saldo tabungannya masih di bawah Rp 50 juta?

Jadi, menyarankan nasabah seperti itu untuk membuka deposito, terasa kurang tepat, karena jika deposito dicairkan sebelum jatuh tempo, terkena denda bank.

Kembali ke pertanyaan di awal tulisan ini, apakah bunga 0 persen merupakan hal yang aneh? Bisa jadi di mata masyarakat pada umumnya, memang aneh dan sangat diharapkan untuk tidak terjadi.

Namun, jika kita melihat di negara maju, malahan ada bank yang bunganya negatif. Misalnya Jepang pernah memberikan bunga minus 0,25 persen.

Tapi, di Jepang hal itu terjadi karena ketika itu sedang mengalami deflasi (adanya penurunan harga barang-barang dan jasa). 

Sedangkan di negara kita, saat ini inflasinya lagi tinggi, nyaris mendekati 5 persen secara year on year (satu tahun terakhir hingga Agustus 2022).

Secara teori, ketika inflasi terjadi, suku bunga akan dinaikkan. Makanya, Bank Indonesia (BI) belum lama ini menaikkan suku bunga acuan dari 3,5 persen menjadi 3,75 persen.

Selama ini, suku bunga BI menjadi acuan utama semua bank di Indonesia dalam menetapkan tingkat suku bunga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, maupun untuk produk pinjaman (kredit).

Jadi, jika ada yang berpendapat bahwa suku bunga tabungan sebesar 0 persen ketika BI menaikkan suku bunga acuan, sebagai sebuah anomali, dapat dipahami.

Namun, mari kita mencoba memahami dari sisi bank yang memberikan bunga 0 persen, apa kira-kira logikanya?

Berbicara tentang suku  bunga bank, selalu bak pisau bermata dua, karena dampaknya berlawanan antara nasabah penyimpan dana dan nasabah kredit yang meminjam dana.

Bunga rendah menguntungkan peminjam dan merugikan penyimpan, sebaliknya bunga tinggi menguntungkan penyimpan tapi sangat membebani peminjam.

Makanya, bank harus mencari titik tengah dalam arti suku bunga tersebut masih menarik bagi penyimpan tapi juga tidak memberatkan peminjam.

Namun, kondisi titik tengah itu sulit dicari, karena jarang bank yang punya posisi yang seimbang antara dana yang masuk dari simpanan nasabah dengan dana yang keluar untuk pinjaman nasabah.

Nah, dalam hal yang menyimpan jauh lebih besar dari yang meminjam, bank mengalami kelebihan dana atau lazim disebut kelebihan likuiditas.

Sebaliknya, dalam hal yang meminjam jauh lebih banyak dari yang menyimpan, bank lagi kekurangan dana atau kondisi likuiditas ketat.

Ketika kelebihan dana, bank akan menurunkan suku bunga. Bunga akan naik lagi ketika bank mengalami kekurangan dana.

Perlu dipahami, bank terlebih dahulu menetapkan suku bunga untuk penyimpan. Setelah itu baru menetapkan bunga untuk peminjam, dengan memakai rumus bunga simpanan plus sekian persen, agar bank memperoleh keuntungan.

Bank yang mampu beroperasi secara efisien, suku bunga pinjamannya hanya sedikit di atas suku bunga simpanan. Tapi, bank yang tidak efisien, bunga pinjaman bisa jauh di atas simpanan.

Nah, dengan adanya bunga 0 persen, bisa ditafsirkan bahwa pada umumnya sekarang bank-bank dalam kondisi kelebihan lukuiditas. 

Bisa jadi penyebabnya karena selama pandemi masyarakat tetap menabung, sementara dunia usaha yang meminjam dengan mengambil kredit bank jauh berkurang.

Atau, bank yang sengaja menahan diri untuk lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit, mengingat dunia usaha cukup lama terpuruk di masa pandemi.

Tapi, di masa lalu, meskipun bank lagi kelebihan dana, sangat jarang yang menetapkan suku bunga 0 persen, agar tetap punya daya tarik bagi penabung.

Dana yang berlebih tetap menguntungkan bagi bank, meskipun penyaluran kredit lagi melambat. Bukankah dana yang berlebih tersebut bisa dibelikan kepada obligasi dan surat berharga lainnya? 

Keberpihakan bank pada penabung kecil sangat diharapkan dengan tetap memberikan bunga, jangan sampai nol koma nol nol (0,00) persen.

Sepanjang bunga tersebut masih di bawah suku bunga obligasi atau suku bunga surat berharga yang diterbitkan BI, bank tidak perlu takut kelebihan dana. 

Memang, ada ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang loan to deposit ratio (LDR), di mana bank dikondisikan untuk lebih besar komposisi penyaluran kreditnya ketimbang membeli surat berharga.

Tapi, tetap ada ruang bagi bank untuk memanfaatkan kelebihan dana. Lagipula, bunga 0 persen bagi penabung kecil bisa saja dianggap sebagai tindakan diskriminatif.

Dengan membedakan suku bunga berdasarkan saldo tabungan, nasabah kaya jadi makin kaya dan nasabah miskin makin miskin. 

Akan lebih adil misalnya suku bunga sama besarnya untuk semua tingkatan saldo tabungan.

Sekiranya ada penabung yang ingin mengajukan protes, jangan tujukan kepada manajemen bank tempat mereka menabung, karena pasti akan sia-sia. 

Sebaiknya aspirasi nasabah dialamatkan kepada OJK dan BI, karena yang membuat regulasi perbankan adalah kedua lembaga tersebut. 

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun