Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kesuksesan Diraih dengan Melayani Pelanggan Tanpa Pamrih

4 Oktober 2022   05:49 Diperbarui: 5 Oktober 2022   13:06 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebut saja namanya Tina, seorang Priority Banking Officer (PBO) yang bertugas melayani nasabah prioritas di sebuah bank di kawasan Jakarta Pusat.

Adapun pengertian nasabah prioritas di bank tersebut adalah yang punya saldo tabungan (bisa satu rekening, atau gabungan beberapa rekening, termasuk simpanan dalam bentuk deposito dan giro) di atas Rp500 juta.

Kebanyakan PBO, seperti juga halnya petugas marketing atau apapun istilahnya yang ditargetkan atasannya mencari dan mempertahankan pelanggan, adalah mereka yang tergolong pekerja keras.

Keras, dalam arti harus gigih menghubungi nasabah atau calon nasabah, tak lelah "merayu" dengan berbagai cara. 

Jelas, PBO yang seperti itu ada pamrihnya, yakni targetnya tercapai yang ujung-ujungnya mendapat bonus lumayan dan berpotensi untuk mendapat promosi jabatan.

Tapi, tidak begitu dengan Tina, paling tidak itu yang dirasakan oleh beberapa nasabah yang "dipegang" olehnya.

Memang, di kantor tempat Tina bekerja, seorang PBO memegang sekitar 150-200 nasabah. Selain Tina, masih ada 9 orang PBO lain di kantor tesebut.

Jika nasabah datang ke kantor, maka yang melayaninya adalah PBO yang memegang nasabah itu. 

Biasanya, setiap bulan nasabah memerlukan laporan perkembangan portofolionya yang disiapkan oleh PBO. 

PBO akan memberi advis apakah si nasabah perlu mengkonversi akun tabungannya ke deposito atau ditempatkan pada surat berharga seperti obligasi atau reksadana, di mana bank tersebut bertindak sebagai agen penjual.

Kembali ke kisah Tina, keberhasilannya selama ini karena ia pintar memposisikan dirinya dari sisi nasabah. 

Artinya, Tina lebih mengedepankan apa yang bisa membantu nasabah, bukan mengedepankan agar targetnya tercapai.

Jadi, dengan membantu nasabah, secara tidak langsung tentu akan membantu Tina dalam memenuhi target yang dibebankan atasannya.

Jika Tina menawarkan suatu produk, tidak ada nada merayu yang berlebihan. Nasabah diberi waktu yang leluasa untuk mempertimbangkan.

Bahkan, apabila nasabah menolak penawaran yang diajukan Tina, ia tetap ramah mengucapkan terima kasih dan tetap memelihara silaturahmi yang baik.

Nah, setelah mempelajari advis Tina secara teliti, biasanya nasabah mengakui bahwa advis tersebut memang menguntungkan bagi dirinya.

Lalu, si nasabah yang aktif meminta Tina agar menjalankan transaksi sesuai dengan advis Tina yang telah disetujui nasabah.

Sangat terasa sekali perbedaan cara PBO yang terlalu agresif memburu nasabah, memberi advis tapi seolah-olah mendesak nasabah agar cepat memberikan persetujuannya.

Nasabah yang merasa didesak pasti merasa tidak nyaman dan bertanya-tanya dalam hati, jangan-jangan si PBO lagi stres karena targetnya belum tercapai.

Akibatnya, nasabah menolak mentah-mentah advis PBO yang bergaya agresif itu, meskipun advis tersebut sebetulnya menguntungkan nasabah juga.

Berbeda dengan Tina yang bisa bertutur kata lembut dan sistematis, sehingga nasabah merasa nyaman dan akhirnya dengan kesadaran sendiri menyetujui advis Tina.

Kunci keberhasilan Tina adalah kemampuan komunikasinya yang bagus dan pemahamannya yang utuh mengenai produk yang ditawarkannya dengan menjelaskan kelebihan dan kekurangan produk tersebut.

Tentu, kelebihan produk lebih banyak dari kekurangannya, agar terlihat nyata apa keuntungannya bagi nasabah. Tapi, nasabah tidak akan merasa tertipu karena Tina juga telah menjeleaskan kelemahan produk tersebut. 

Tak heran, akhirnya target dari atasan sangat cepat diraih Tina. Untuk target yang harus dicapainya pada akhir Desember 2022 ini, telah dilampauinya pada akhir Agustus yang lalu.

Tapi, bukan berarti setelah target tercapai Tina akan santai-santai saja. Ia tetap bekerja menjalin hubungan baik dengan semua nasabah pegangannya. Lengkap dengan advisnya yang ditunggu nasabah.

Jadi, jika Tina akhirnya mendapat penilaian kinerja yang istimewa dari atasannya, bonus yang relatif besar, dan sekarang dipromosikan satu tingkat lebih tinggi, itu hanya konsekuensi logis.

Maksudnya, Tina tidak terkesan menjadikan faktor penilaian kinerja sebagai pamrih. Bahwa dalam hati ada pamrih seperti itu, bisa saja, namun citranya untuk membantu nasabah sangat kuat terlihat.

Bagi Anda yang bekerja di bidang sales dan marketing atau yang sejenis itu, cara Tina di atas layak menjadi referensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun