Para pedagang pada umumnya tidak membolehkan pelanggannya berbelanja dengan sistem utang. Maksudnya, pelanggan tidak boleh mengambil barangnya duluan, tapi dibayarnya beberapa hari kemudian.
Namun, untuk warung yang berada di area pemukiman, di mana penjual dan pelanggan sudah saling mengenal, bahkan mungkin bertetangga, si penjual tak sampai hati bila menolak permintaan pelanggan yang ingin berutang.
Bahkan, untuk toko di area pasar atau di pusat kota pun, terhadap pelanggan tertentu yang memang telah dikenalnya secara baik, ada pedagang yang membolehkan pelanggannya berutang.
Lalu, apakah karena sudah saling kenal, para pelanggan yang berutang akan memenuhi janjinya untuk membayar beberapa hari kemudian?
Ya, mungkin sebagian besar akan memenuhi janjinya. Tapi, biasanya ada saja sebagian kecil pelanggan yang minta penundaan pembayaran, bahkan ada yang cuek bebek saja ketika ditagih.
Jangankan di warung kecil yang catatan utang pelanggan hanya di buku kecil tanpa tanda tangan pelanggan, di toko besar yang pakai nota pembelian yang ada catatan "belum lunas", juga ada saja yang tidak dilunasi pelanggan.
Banyak risiko dalam berbisnis dan salah satu risiko tersebut disebut sebagai "piutang tak tertagih" atau dalam bahasa Inggris lazim disebut "bad debt".
Sekadar catatan, istilah "utang" artinya berlaku bagi pembeli yang belum membayar lunas, yang dipandang dari sisi si penjual disebut dengan "piutang".
Jadi, meskipun suatu toko mencatatkan omzet penjualan yang tinggi, bisa saja malah mendatangkan kerugian gara-gara piutang tak tertagihnya juga tinggi.
Maka, bagaimana mengelola piutang secara tepat, perlu diketahui oleh para pelaku usaha. Tentu, jika bisa konsisten menerapkan kebijakan tak membolehkan pelanggan membeli secara kredit, akan lebih baik.