Kembali ke soal piutang dalam perdagangan, bila si pelanggan yang telah dihapus utangnya tiba-tiba nongol dan mau belanja lagi, maka utang lamanya harus dibayarnya terlebih dahulu. Kalau tidak, ia tak dibolehkan belanja.
Hanya saja, biasanya pelanggan yang punya utang yang sudah "karatan", akan menghilang, sehingga sangat kecil kemungkinan tiba-tiba nongol.
Justru, piutang tersebut terpaksa dilakukan penghapusan, karena pelanggan yang berutang sudah tidak bisa ditemui atau dihubungi.Â
Nah, bagaimana teknis menghapus piutang tak tertagih? Ini ada beberapa tahapan yang sebelumnya harus dilalui, yang dicatat dalam pembukuan si pelaku usaha atau perusahaan.
Pertama, perusahaan akan membuat akun "cadangan atas piutang tak tertagih" atau allowance for bad debt. Cadangan ini menjadi beban perusahaan dan besarnya, misalkan 3 persen dari total piutang yang ada.
Misalkan ada daftar piutang yang jumlah kesemuanya katakanlah Rp 100. Maka, di bawah total Rp 100 tersebut ditulis "cadangan piutang tak tertagih Rp 3 (asumsi 3 persen dari total piutang), sehingga jumlah net piutang menjadi Rp 97.
Kedua, bila nantinya piutang tak tertagih itu ternyata dibayar oleh pelanggan, cadangan yang sudah dibuku bisa dikurangi atau diambil lagi, sehingga menjadi pendapatan bagi perusahaan.
Ketiga, saat suatu piutang tak tertagih dinilai layak untuk dihapus, maka nama si pengutang akan hilang dari daftar piutang atas beban cadangan yang sudah dibentuk.
Mengacu pada contoh di atas, maka setelah dihapus, total daftar piutang bukan lagi Rp100, tapi Rp97. Dan cadangannya yang Rp3 pun sudah tidak ada, karena sudah habis dipakai untuk menghapus piutang sebesar Rp3.
Cara pencadangan piutang tak tertagih hingga melakukan penghapusan tersebut, sangat lazim di industri perbankan, karena bisnis utama bank memang dari meminjamkan uang ke nasabah.