Menjalani kehidupan sebagai pensiunan, sebetulnya tidak ada yang aneh, karena sudah konsekuensi bahwa seorang yang berprofesi menjadi pegawai, suatu saat akan pensiun.
Bagi mereka yang saat aktif bekerja sudah menyisihkan penghasilannya untuk dana pensiun dalam jumlah yang memadai, rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam menjalani hari-harinya sebagai pensiunan.
Tapi, jika yang pensiun itu seorang pejabat, bisa jadi masalahnya bukan sekadar apakah ia punya dana cukup atau tidak saat sudah pensiun.
Kehilangan jabatan jika tidak diiringi dengan kesiapan mental, akan terasa menyakitkan. Inilah yang disebut dengan post power syndrome.
Memang, kalau biasanya sudah terbiasa memberikan instruksi, menerima laporan, dan dihormati banyak orang, tiba-tiba hidup kesepian di rumah, jelas bisa saja bikin shock.
Jadi, tidak hanya siap dana, seorang pensiunan juga harus siap mental. Jika kedua hal itu sudah siap, masa pensiun malah merupakan masa yang indah, saatnya untuk "merdeka" dalam menikmati kehidupan.
Tapi, sesiap-siapnya seorang pensiunan, ada satu hal yang pasti terjadi dan tak bisa dihindari. Maksudnya, secara usia sudah pasti para pensiunan termasuk dalam kelompok wong tuwo (orang tua).
Ya, memang ada mereka yang pensiun dini atau pensiun muda dari suatu instansi atau suatu perusahaan. Tapi, karena usianya masih muda, biasanya mereka akan bekerja lagi di tempat lain.
Nah, mereka yang pensiun normal (pada usia yang menurut aturan di tempatnya bekerja sudah harus pensiun), tentu mereka sudah tua. Paling tidak, lebih tua dari juniornya yang masih aktif bekerja.
Jadi orang tua, kalau tetap bergaya hidup sehat, maka penampilan dan semangatnya akan terlihat seperti anak muda. Katakan saja sebagai orang tua yang berjiwa muda.
Makanya, jangan minder kalau diberi status sebagai wong tuwo, bila secara fisik terlihat masih oke, secara mental pun juga baik-baik saja.
Yang jadi masalah adalah, bila predikat wong tuwo itu sekaligus berpadu sebagai wong cilik (orang kecil), yang konotasinya bukan orang yang kecil fisiknya, namun kecil penghasilannya.
Artinya, kembali lagi pada persiapan dana pensiun. Jika tidak siap, memang ada potensi "terjerumus" menjadi wong cilik.
Apalagi, bagi mereka yang ketika memasuki usia pensiun masih berpangkat rendah. Jika gajinya waktu aktif tergolong kecil, bisa dibayangkan berapa uang pensiun yang diterimanya setiap bulan.
Itupun kalau memang ada uang pensiun bulanannya. Soalnya, di sebagian perusahaan, tidak memberikan fasilitas uang pensiun bulanan, hanya berupa uang pesangon yang dibayarkan sekaligus saat memulai pensiun.
Pesangon tersebut, jika tidak pintar-pintar mengelolanya, akan cepat habis. Nah, nasib setelah itu akan menjadi penentu, apakah seorang pensiunan yang wong tuwo itu akan juga menjadi wong cilik.
Sekirannya pensiunan yang jadi orang kecil tersebut masih sehat secara fisik dan mental, tentu masih mampu berjuang mengisi masa pensiun untuk berwirausaha memperoleh penghasilan.
Kesimpulannya, persiapkan diri kita sebaik-baiknya untuk mengantisipasi masa pensiun. Siap dana, siap mental, dan juga sehat secara fisik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H