Entah akan jadi kenyataan atau tidak, para pegawai negeri sipil (PNS) nantinya saat pensiun tidak lagi menerima uang pensiun setiap bulan seperti sekarang, melainkan dalam bentuk pembayaran sekaligus dalam jumlah besar.
Pembayaran sekaligus dalam jumlah besar tersebut sebetulnya sudah diterapkan oleh perusahaan swasta yang tergolong bagus dalam manajemen sumber daya manusianya.
Bahkan, di kota kelahiran saya, Payakumbuh, Sumbar, pada dekade 1970-an dulu, para pensiunan perusahaan minyak Caltex yang beroperasi di Riau, sangat harum namanya.
Begitu mereka pensiun, mendapat pesangon (ketika itu masyarakat menyebutnya sebagai "uang tolak") yang sangat besar untuk ukuran masa itu.
Pokoknya, pensiunan Caltex, meskipun sewaktu bekerja masih berpangkat relatif rendah, tiba-tiba jadi orang kaya mendadak.
Tapi, pada akhirnya kemampuan seseorang dalam mengelola uang yang besar akan sangat menentukan, apakah uang tersebut akan cepat habis begitu saja, atau bahkan bisa berkembang, sehingga makin makmur.
Jika dibelikan rumah yang bisa dikontrakkan atau jadi kos-kosan di lokasi yang strategis, membeli sawah, kebun, atau hewan ternak, ini contoh yang baik.
Namun, bagi mereka yang membeli mobil mahal sekadar dipakai untuk jalan-jalan atau membeli barang-barang mewah yang bisa dipamerkan, ini contoh yang kurang baik.
Maka, bagi mereka yang kurang mampu mengelola uang, gampang tergoda membeli barang untuk tujuan konsumtif, lebih baik menempatkan pesangonnya sebagai deposito di bank yang terpercaya.
Jadi, seandainya seseorang bisa memilih, bagus mana antara pesangon besar sekaligus dan menerima pensiun setiap bulan dalam jumlah terbatas tapi pasti, jawabannya sangat tergantung pada karakter seseorang.
Mereka yang suka hidup tenang dan tidak terlalu banyak kebutuhan konsumtif dalam arti bergaya hidup sehat dan sederhana, lebih cocok dengan pola pensiun bulanan.
Tapi, mereka yang suka berwirausaha, senang menghadapi tantangan tapi dengan penuh perhitungan yang cermat, akan lebih baik mendapat pesangon sekaligus.
O ya, sekarang ini, mereka yang bukan pegawai pun, sudah bisa menerima dana pensiun di masa tuanya, dengan mengikuti program dari  Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Beberapa DPLK yang sudah cukup berpengalaman (ini bukan promosi), contohnya DPLK BRI, DPLK Mandiri, DPLK BNI, DPLK Manulife, dan sebagainya. Â
Tentu, besarnya dana yang nanti diterima tergantung pada jumlah iuran yang disetor seorang peserta ketika masih aktif bekerja, lamanya menyetor iuran, dan hasil pengembangannya oleh manajemen DPLK yang dipilih.
Hanya saja perlu diingat, undang-undang yang berlaku di negara kita saat ini, tidak memberi opsi bagi seorang peserta DPLK untuk memilih apakah ingin menerima sekaligus atau dalam bentuk uang setiap bulan.
Ada batasan jumlah, kalau tidak keliru Rp 625 juta rupiah, yang menjadi patokan apakah seseorang bisa dapat sekaligus atau tidak saat memasuki masa pensiun.
Jika hasil akumulasi iuran plus akumulasi pengembangannya maksimal Rp 625 juta, maka peserta akan dapat mengambil sekaligus saat pensiun.
Tapi, jika jumlahnya lebih dari Rp 625 juta, hanya 20 persen yang boleh diambil sekaligus, sedangkan sisanya harus dalam bentuk anuitas.
Anuitas tersebut maksudnya dimasukkan ke perusahaan asuransi yang dipilih si peserta, lalu akan menerima sejumlah uang dengan formula perhitungan anuitas setiap bulan dari pihak asuransi.
Intinya, bagi mereka yang menjadi pelaku usaha kecil, petani, atau profesi lain yang selama ini tidak bersinggungan dengan program pensiun, perlu mempersiapkan dana pensiun bagi kesejahteraannya di masa tua.
Persiapan itu bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, asal konsisten menyisihkan uang setiap bulan atau setiap memperoleh keuntungan.
Bisa pula dengan mengikuti program DPLK dengan memilih salah satu DPLK yang terpercaya dilihat dari track record-nya selama ini.
Jangan sampai di masa tua, kita menjadi beban anak-anak. Padahal. anak-anak kita sendiri yang sudah berkeluarga dan punya anak pula, belum tentu hidupnya mapan.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H