Ada beberapa jalur dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru (maba) di perguruan tinggi negeri, yakni seperti yang diuraikan berikut ini.Â
Pertama, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Jalur ini berdasarkan penelusuran dan portofolio akademik siswa yang terlihat pada nilai rapornya di sekolah menengah.
Kedua, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang berdasarkan hasil ujian tulis secara serentak. Jalur ini terbilang paling ketat tingkat persaingannya.
Ketiga, Seleksi Mandiri atau jalur mandiri yang ditetapkan oleh masing-masing PTN dan dapat memanfaatkan nilai hasil saat mengikuti SBMPTN.
Biasanya, calon maba yang gagal pada jalur pertama dan kedua, akan berharap banyak bisa lolos pada jalur ketiga.Â
Masalahnya, ada anggapan bahwa pada jalur mandiri, mereka yang orangtuanya mampu secara ekonomi dan bersedia membayar tarif uang kuliah yang tinggi, punya peluang yang lebih besar untuk diterima.
Terlepas dari apakah anggapan itu betul atau tidak, jalur mandiri juga ternyata rawan terjadinya kasus penyuapan dari pihak orang tua calon maba kepada pihak berkompeten di PTN yang dituju.Â
Baru-baru ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Rektor Universitas Lampung (Unila). OTT tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap penerimaan maba jalur mandiri di Unila.
Perkembangan berikutnya, seperti diberitakan Kompas.id (21/8/2022), tiga unsur pimpinan di Unila telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Jelaslah, kampus yang selama ini dianggap sebagai gudangnya ilmu pengetahuan dan pencetak kader-kader terbaik bangsa yang penuh idealisme, juga ada "tikus-tikusnya".
Kasus di atas tentu saja sangat memprihatinkan dan sangat disesalkan, karena integritas pimpinan kampus seperti di Unila tergolong rendah.Â