Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Pencuri Coklat di Minimarket dan Pentingnya "Stock Opname"

18 Agustus 2022   07:20 Diperbarui: 18 Agustus 2022   15:51 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus seorang ibu yang datang pakai mobil Mercy, tapi membawa 3 buah coklat dan 2 buah sampo tanpa membayar di sebuah minimarket di Tangerang Selatan (13/8/2022), sangat menarik untuk dicermati.

Tindakan ibu tersebut rupanya dipergoki dan direkam oleh seorang karyawati minimarket. Rekaman itu kemudian menjadi viral.

Awalnya, si ibu malah mengancam karyawati yang merekam dan menyebarkan tindakan pencurian atau pengutilan tersebut dengan dalih si karyawati melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Si karyawati dipaksa untuk meminta maaf pada si ibu. Tapi, perkembangan terakhir berbuah hasil positif, setelah pengacara kondang Hotman Paris Hutapea membantu si karyawati dengan membuat laporan ke pihak kepolisian. 

Akhirnya si ibu yang orang kaya itu meminta maaf. Bahkan, menurut Detik.com (15/8/2022), pelaku pencurian coklat menangis histeris dan menyesal.

Baik, tulisan di bawah ini tidak lagi berkaitan dengan kasus di atas. Tapi, sekadar berandai-andai saja, bagaimana dilihat dari sisi bisnis, bila tindakan pencurian yang dilakukan pelanggan, tidak ketahuan oleh karyawan yang bertugas?

Diduga, di toko-toko yang menjual barang harian, kerugian karena ada pengutil yang tidak ketahuan, lumayan sering terjadi.

Bahkan, bisa jadi justru dilakukan oleh oknum karyawan, juga bukan hal yang langka. Kalau ketahuan, tentu si karyawan akan dipecat.

Ya, itulah yang namanya risiko dalam berbisnis. Risiko merupakan sesuatu yang sulit dihindari, meski bisa diminimalisasi dengan melakukan berbagai hal, baik melengkapi dengan alat tertentu atau menambah tenaga pengawas.

Karena dianggap sebagai risiko bisnis, maka semuanya harus terkalkulasi. Untuk menghitung berapa barang yang hilang, secara teknis akuntansi, secara periodik (biasanya saat akhir tahun), dilakukan stock opname (SO).

Barang yang hilang bisa saja karena dicuri atau mengalami kerusakan, mengalami penyusutan untuk jenis barang tertentu, dan berbagai kemungkinan lain.

Pengertian SO adalah kegiatan perhitungan jumlah stok persediaan barang dagang secara fisik dan dibandingkan dengan jumlah barang dalam catatan akuntansi.

Makanya saat dilakukan SO, ada toko atau minimarket yang tutup atau tidak melayani pelanggan.

Catatan akuntansi tentu berubah setiap terjadi transaksi atas barang yang dijual, baik saat dilakukan pembelian barang kepada distributor atau ketika terjadi penjualan kepada pelanggan.

Jika jumlah barang dalam catatan akuntansi lebih besar dari yang dihitung saat SO, maka selisihnya bisa diasumsikan sebagai barang yang hilang.

Kemudian, catatan akuntansi perlu dikoreksi agar sesuai dengan perhitungan SO. Saat melakukan penyesuaian tersebut, barang yang harus dikurangi dibukukan sebagai kerugian perusahaan.

Perlu diketahui, secara teknis akuntansi, ada istilah gross profit (laba kotor) yang merupakan hasil pengurangan antara nilai rupiah seluruh barang yang terjual selama satu periode dengan harga pokok atas barang yang terjual.

Bagaimana cara menghitung harga pokok barang yang terjual? Jika periode yang dihitung selama 1 tahun, maka terlebih dahulu dihitung jumlah barang yang tersedia untuk dijual.

Barang yang tersedia untuk dijual tersebut merupakan penjumlahan dari persediaan barang posisi awal tahun (1 Januari) dan akumulasi jumlah barang yang dibeli selama 1 tahun (dalam nilai rupiah).

Kemudian, untuk mendapatkan harga pokok barang yang terjual, jumlah barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan nilai rupiah persediaan akhir (posisi 31 Desember).

Nah, sekarang sudah bisa dihitung berapa laba kotornya, yakni dihitung dari nilai rupiah akumulasi penjualan selama 1 tahun, dikurangi dengan harga pokok barang yang terjual.

Tentu, jika ingin diteruskan agar didapat berapa angka laba bersih, maka laba kotor harus dikurangi lagi dengan biaya operasional seperti gaji karyawan, sewa toko, biaya listrik, telpon, dan sebagainya.

Tapi, dalam konteks barang yang hilang karena dicuri atau sebab lain, jelas akan mengurangi persediaan akhir saat dilakukan SO.

Jika persediaan akhir lebih rendah dari yang seharusnya, maka otomatis harga pokok atas barang yang terjual akan tinggi. Hal ini ujung-ujungnya akan menurunkan laba kotor.

Ilustrasi seorang karyawati di sebuah minimarket|dok. Alfamart, dimuat republika.co.id
Ilustrasi seorang karyawati di sebuah minimarket|dok. Alfamart, dimuat republika.co.id

Demikianlah, kenapa bagi sebuah minimarket atau toko ritel yang jenis barangnya banyak dan perputarannya cepat, perlu ada upaya pencegahan untuk menekan jumlah barang yang hilang.

Selain itu, perlu pula mengkalkulasi dalam menetapkan harga jual, agar kehilangan dalam jumlah yang dapat ditolerir, katakanlah 1 persen dari total barang, sudah tertutupi dari akumulasi omzet penjualan.

Kembali ke soal SO, jelaslah bahwa betapa pentingnya melakukan SO, paling tidak setiap akhir tahun, bagi pedagang retail.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun