Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Calon Pasutri Perlu Jujur Saling Ungkapkan Masa Lalunya

19 Agustus 2022   06:47 Diperbarui: 19 Agustus 2022   06:47 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. journal.sociolla.com

Topik perjanjian pranikah bagi calon pasangan suami istri (pasutri), harus diakui sebagai hal yang cukup sensitif dan belum lazim di negara kita. 

Seolah-olah baru mau menikah, kok sepertinya sudah membahas jika nanti terjadi perpisahan. Memangnya ada niat mau bercerai?

Lagipula, adat di negara kita (meskipun Indonesia terdiri dari banyak suku), tidak melazimkan adanya perjanjian seperti itu. 

Demikian juga pada ajaran agama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat kita, cukup dengan sahnya akad nikah serta penandatanganan buku nikah, sudah jelas hak dan kewajiban suami dan istri.

Mereka yang kurang setuju dengan perjanjian pranikah, berpendapat bahwa semua hal terkait pernikahan, termasuk jika nantinya terjadi perceraian, telah diatur apa konsekuensinya dalam ajaran agama.

Tapi, mereka yang mendukung perjanjian pranikah, biasanya karena melihat tidak dijalankannya hak dan kewajiban masing-masing pihak seperti yang diatur agama, tanpa adanya sanksi yang jelas.

Padahal, dengan budaya patriarki yang harus diakui masih terlihat jelas di negara kita, pada akhirnya posisi wanita sebagai istri atau mantan istri relatif lemah dibanding posisi suami atau mantan suami.

Terlepas dari penting tidaknya perjanjian pranikah, bagi mereka yang sudah punya calon pasangan dan sudah merasa matang persiapannya untuk menikah, setidaknya ada 2 hal yang perlu dipastikan.

Tentu, sebelum itu sudah ada kecocokan yang antara lain menyangkut soal agama yang dianut, jenjang pendidikan, penampilan fisik, profesi atau pekerjaan, sikap atau kepribadian, dan sebagainya

Apa saja kedua hal dimaksud? Pertama, keterbukaan atau kejujuran dalam menceritakan masa lalunya hingga kehidupan yang dialaminya saat ini.

Memang, masa lalu adalah masa lalu. Ada yang berpendapat, sesuatu yang jelek dari masa lalu, tak perlu diceritakan, cukup sebagai pelajaran saja.

Tapi, jika peristiwa masa lalu yang bercitra negatif dari pasangan kita, kita dapat informasinya dari orang lain, sementara pasangan kita sendiri tidak pernah ngomong apa-apa, sedikit banyaknya kita tentu kecewa.

Kita menyadari, bahwa yang penting adalah kenyataannya sekarang dan langkah ke depan. Namun, justru pengalaman seseorang di masa lalu akan ikut membentuk seseorang menjadi sosok yang terlihat hari ini.

Menceritakan hubungan dengan mantan pacar bisa dilakukan tanpa terlalu rinci. Tapi, faktor yang menyebabkan hubungan itu putus, jika pasangan kita ingin mengorek lebih rinci, ya sebaiknya dibuka saja.

Kisah masa lalu yang sebaiknya diungkap dengan jelas, kalau kita punya riwayat menderita sakit yang tergolong berat dan berpotensi untuk menular pada orang terdekat.

Namun, ceritakan pula bagaimana akhirnya bisa sembuh dan apa yang perlu kita lalukan agar kita tetap sehat. 

Atau, perlu juga dijelaskan apa yang sebaiknya dilakukan orang terdekat kita agar tidak tertular, jika penyakit tersebut belum sepenuhnya hilang.

Apalagi tentang masa lalu yang perlu diungkap? Seperti melamar pekerjaan, kita perlu ceritakan riwayat pendidikan kita serta riwayat pekerjaan hingga bisa meraih posisi seperti sekarang.

Demikian pula tentang latar belakang keluarga, apakah kita masih perlu membantu orang tua dan saudara, ada baiknya diceritakan pada calon istri atau calon suami.

Tentu, besarnya penghasilan sekarang dan bagaimana pola konsumsi atau pola pengeluaran masing-masing pihak, sebaiknya juga diceritakan.

Dengan begitu, calon pasangan kita tidak ada lagi keraguan, bahwa ia tidak salah pilih dan siap mengarungi kehidupan rumah tangga dengan segala konsekuensi yang telah diperhitungkannya.

Kedua, meyakini bahwa calon pasangan kita mencintai kita secara tulus. Ini memang tidak gampang untuk mengujinya. 

Lagipula, ketulusan cinta bukan sesuatu yang bersifat konsisten, bisa naik dan bisa juga turun. Tapi, jika kedua calon pasutri punya niat untuk merawat cintanya, sudah merupakan modal awal yang baik.

Pada akhirnya, yang juga penting adalah niat yang tulus dari kedua belah pihak dan memegang komitmen untuk selalu saling menghargai. Nantinya, hanya maut yang bisa memisahkan.

Itulah dua hal yang perlu diyakini sebelum calon pasutri memutuskan untuk menikah. Untuk berjaga-jaga bila nantinya ada hal tak terduga (bukan diniatkan dari awal untuk bercerai), dibuat perjanjian pranikah, boleh-boleh saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun