Kasus Brigadir J yang tewas secara mengenaskan di rumah dinas mantan Kadiv Profesi dan Pengamanan Polri di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan (8/7/2022), telah menjadi pemberitaan yang menghebohkan di media massa dan media sosial.
Tentu, postingan yang berkembang di media sosial belum tentu akurat, karena sumbernya sebagian tanpa melalui check and recheck seperti yang berlaku di media massa.
Perlu diketahui, kasus di atas baru terungkap ke publik 3 hari setelah kejadian, yakni pada 11/7/2022. Sejak itulah kehebohan di jagat media sosial tak terbendung lagi.
Jangankan di media sosial yang memang bebas, di Kompasiana saja, banyak sekali tulisan tentang kasus Brigadir J dengan berbagai analisis yang lugas dan tajam. Rata-rata tulisan ini mendulang pembaca yang banyak dibandingkan tulisan lain.Â
Artinya, kasus tersebut memang sangat menyita perhatian masyarakat luas. Padahal, peristiwa pembunuhan yang terjadi di negara kita, sebetulnya bukan hal yang langka.
Namun, kasus tewasnya Brigadir J boleh dikatakan kasus yang lain dari yang lain, karena dari awal publik sudah mencium ada hal yang disembunyikan atau sengaja ditutup-tutupi.
Ketegasan Presiden Joko Widodo untuk mengusut tuntas kasus tersebut, awalnya tidak disambut publik dengan optimis. Sebagian masyarakat mungkin ragu, apakah Kapolri punya nyali membuka kasus yang melibatkan pejabat tinggi Polri sendiri.
Tapi, setelah Presiden mengulangi perintahnya beberapa kali, Kapolri tidak punya pilihan lain selain mengusut tuntas, sehingga perkembangan penanganan kasus mengalami kemajuan yang signifikan.
Awalnya, ditetapkan seorang tersangka, yakni Bharada E yang diduga berperan melakukan penembakan terhadap Brigadir J. Kemudian, ada lagi 2 tersangka, Bripka RR dan KM, yang diduga turut membantu dan menyaksikan penembakan.
Akhirnya, Kapolri sendiri yang mengumumkan (9/8/2022) bahwa tersangka keempat, dan inilah yang ditunggu-tunggu publik, yakni Irjen FS. FS diduga melakukan penembakan ke dinding untuk menskenariokan seolah-olah terjadi baku tembak.
Ada pula pengakuan dari Bharada E yang mengungkapkan bahwa ia mendapat perintah pembunuhan terhadap Brigadir J dari atasannya.
Sepertinya, kasus ini sudah mendekati babak akhir. Teka teki yang selama ini bersliweran di media sosial, mulai terjawab.
Namun demikian, apa motif pembunuhan berencana Brigadir J masih belum terungkap. Sedikit kisi-kisi diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Seperti diberitakan Kompas (10/8/2022), diperoleh keterangan dari Mahfud MD bahwa pembunuhan itu berlatar belakang hal yang terlalu sensitif dan hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa.
Ya, tentu publik sudah bisa menebak-nebak apa kira-kira motifnya, di balik kata-kata "konsumsi orang dewasa" itu. Mungkin perlu waktu, nantinya motif apa yang melatarbelakangi pembunuhan Brigadir J pasti akan diungkapkan pihak yang berwenang.
Tapi, terlepas dari kasus yang menewaskan Brigadir J, perlu sekali diingat oleh siapapun yang punya kekuasaan di suatu instansi, bahwa punya kekuasaan atau jabatan tidak berarti membebaskan untuk berbuat apa saja.
Bukankah negara kita negara hukum? Memerintahkan anak buah melakukan sesuatu yang melanggar hukum, dilihat dari sisi apapun, jelas keliru.Â
Lalu, dengan perkembangan teknologi sekarang ini, tak ada lagi yang bisa diskenariokan sesuai selera orang yang berkuasa. Cepat atau lambat pasti ketahuan.
Kekuasaan hanya sarana untuk melancarkan program kerja dari suatu instansi atau organisasi, bukan untuk kepentingan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H