Selain untuk berbisnis, media sosial juga menjadi sumber ilmu pengetahuan. Tidak hanya ilmu umum, bahkan ilmu agama pun menjadi lebih gampang didapatkan melalui media sosial.
Bukankah sekarang banyak kelompok pengajian yang melakukan tadarus Al Quran yang dikoordinir melalui grup percakapan secara online?
Intinya, media sosial itu sendiri bersifat netral, namun juga ibarat pisau bermata dua. Jika digunakan untuk hal positif, maka hasilnya akan positif pula.
Begitu pula sebaliknya, jika digunakan untuk hal negatif, misalnya mencari selingkuhan, ya, tentu hasilnya akan negatif pula.Â
Nah, jika kebijakan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait dengan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE Kominfo), berakibat diblokirnya aplikasi media sosial tertentu yang dipakai berjuta-juta umat, apa yang akan terjadi?
Tentu saja akan terjadi semacam "kiamat" dalam berkomunikasi. Bahkan, pekerjaan para pegawai negeri pun diduga akan terganggu, karena banyak pekerjaan yang difasilitasi melalui grup media sosial.
Boleh jadi, jika pemblokiran tersebut diberlakukan, produktivitas di berbagai bidang usaha, akan mengalami penurunan yang tajam.
Soalnya, hampir semua bidang usaha saat ini punya ketergantungan yang tinggi pada teknologi informasi, yang dalam hal ini termasuk pula ketergantungan pada media sosial.
Namun demikian, pemerintah menginginkan segala sesuatunya berjalan dengan tertib dan sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh pemerintah.
Intinya, PSE harus mendaftar di Kominfo dan memenuhi regulasi yang berlaku di Indonesia, termasuk patuh membayar kewajiban perpajakannya.
Seandainya, ada PSE yang tidak patuh pada regulasi, akan ada sanksinya, termasuk sanksi terberat adalah dengan memblokir, sehingga para pengguna aplikasi yang dikelola PSE tersebut tidak lagi bisa mengakses.