Respon dari Pemprov Banten, belum mengemuka di media massa, mungkin karena yang mengusulkan adalah Wali Kota Depok, yang bukan di bawah Pemprov Banten.
Tapi, seandainya Wali Kota Tangerang mengusulkan hal yang sama, gampang diduga, Provinsi Banten juga tak akan rela melepaskan wilayah yang selama ini menjadi "kantong uang" bagi Banten.
Soalnya, sebagai daerah yang pesat pertumbuhannya, tentu banyak kerugian Jabar dan Banten jika "dicaplok" DKI Jakarta. Yang pasti, pemasukan daerah akan dihitung jadi pemasukan DKI Jakarta.
Di lain pihak, status Daerah Khusus Ibu kota (DKI) akan segera dihilangkan, karena akan menjadi milik Ibu Kota Negara (IKN) yang baru, yang dinamakan Nusantara.
IKN Nusantara berlokasi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dan sekarang sudah mulai memasuki tahap awal pembangunan.
Nah, apakah nantinya DKI Jakarta berubah nama menjadi Provinsi Jakarta Raya, sebetulnya terlepas dari usulan Mohammad Idris dan penolakan dari Wagub Jabar, mungkin respon pemerintah pusat yang akan jadi faktor penentu.
Dalam hai ini, pendapat dari presiden pengganti Joko Widodo pada 2024 mendatang, diduga akan menjadi acuan.
Tentu, ada kelebihan dan kekurangan pada setiap pilihan, dan pilihan yang diambil seharusnya yang lebih banyak kelebihannya bagi semua wilayah terkait dan juga bagi Indoensia.
Soalnya, meskipun IKN pindah, diperkirakan Jakarta masih tetap menjadi daerah tersibuk ekonominya, sekaligus uang berputarnya juga masih paling banyak.
Bahkan, kondisi tersebut akan tetap dipertahankan Jakarta, meskipun tidak jadi diperluas wilayahnya. Apalagi, misalnya jadi diperluas menjadi Jakarta Raya.
Kalau jadi, Jakarta Raya merupakan sebuah provinsi "raksasa" dilihat dari kacamata ekonomi, yang terdiri dari 14 kabupaten dan kota.