Masalahnya, istri saya terbiasa berbelanja tanpa rencana. Jika ia ke Pasar Tanah Abang atau Mangga Dua, saya minta ampun tidak kuat menemani, karena bisa memakan waktu lebih dari setengah hari.
Nah, dalam hal ini, saya menafsirkan bahawa istri saya tidak bergaya minimalis sewaktu berbelanja, sedangkan saya sudah mengarah ke sana.
Namun demikian, meskipun istri saya termasuk gampang berbelanja, tapi ia juga gampang membuang barang bekas. Hal yang sebetulnya masih sulit saya lakukan.
Jadi, dalam menyimpan barang, istri saya lebih minimalis ketimbang saya. Saya memang relatif jarang belanja, tapi termasuk malas membuang barang bekas.
Saya sering terpenjara dengan nilai nostalgia dari sebuah barang, yang mengingatkan saya pada momen tertentu. Akibatnya, istri saya sering mengomel melihat tumpukan barang yang tidak rapi di kamar kami.
Walaupun saya jarang berbelanja, tapi untuk membeli buku relatif sering saya lakukan. Hanya saja, istri saya sering kesal melihat saya kurang telaten merawat buku.
Akibatnya, pernah salah satu lemari buku saya terpaksa dibongkar semua isinya, karena banyak buku dimakan rayap. Tentu, buku-buku tersebut harus dibuang.
Istri saya beberapa kali menyarankan agar sebagian buku saya disumbangkan saja kepada orang lain. Saya sebetulnya tak keberatan dengan saran tersebut.Â
Masalahnya, saya tidak punya cukup waktu untuk memilah-milah. Sebagian dari buku-buku itu, yang saya anggap akan dibutuhkan lagi, tentu saya ingin menyimpannya.
Demikian pula soal pakaian. Sudah beberapa kali saya memberikan pakaian bekas yang masih layak pakai kepada orang lain. Tapi, menurut istri saya, masih banyak yang seharusnya saya singkirkan dari rumah.
Jadi, sebetulnya tidak ada yang minimalis sejati di antara kami berdua. Masing-masing kami minimalis pada hal yang berbeda, dan tidak minimalis pada hal yang berbeda pula.